Terus terang, saya sangat berharap Pendeta Gilbert Lumoindong jangan sampai diajukan ke sidang pengadilan. Anda mungkin sudah mendengar ya kasusnya.
Dia ini sekarang sedang menghadapi dua laporan atas dugaan penistaan agama.
Yang jadi pangkal masalah adalah cuplikan video ceramahnya yang beredar luas di dunia maya.
Gilbert ini memang lucu. Dan kelucuannya kali ini dia tampilkan kembali. Dalam ceramah itu dia sebenarnya sedang menyindir umat Kristen. Secara spesifik dia bicara soal orang-orang Kristren yang mengeluh karena harus menyisakan sepersepuluh dari penghasilannya untuk jalan agama.
Tapi masalahnya, dia kemudian membandingkannya dengan umat Islam. Dia bilang umat Kristen memang harus mendermakan sepersepuluh penghasilannya tetapi cukup mengikuti kebaktian seminggu sekali. Ini beda sekali dengan umat Islam.
Kaum muslim hanya membayar zakat dua setengah persen tapi cara beribadatnya setengah mati. Yang dijadikannya sebagai contoh adalah kewajiban sholat yang harus dilakukan lima kali sehari. Cara beribadatnya pun nggak gampang. Harus berdiri, harus ruku’, dan yang paling berat di akhir shalat harus duduk dengan melipat kaki.
Itu kan tidak semua orang bisa. Jadi wajar dong kalau zakatnya cuma dua setengah persen. Kalau cuma bayar dua setengah persen, nggak bisa dong beribadat hanya sekali seminggu, kata Gilbert. Beda kelas, ujarnya berseloroh.
Gilbert juga bicara tentang kewajiban bersuci sebelum beribadat. Kalau umat islam, sebelum beribadat harus berwudhu, membersihkan tubuh dengan air. Sementara orang Kristen, datang dari mana-mana, langsung masuk gereja. Ini tidak berarti umat Kristen jorok, tapi disucikan oleh darah Yesus. Itu adalah kira-kira bunyi ceramah yang diberikan Gilbert.
Di video terdengar berulangkali suara tawa khalayak. Mereka nampaknya memang merasa terhibur sekali dengan gaya Gilbert mensyiarkan agama. Namun, ternyata, di sisi lain, ceramah ini menyakiti sebagian umat Islam. Berbagai cercaan dialamatkan kepadanya.
Di berbagai video saya melihat bagaimana Gilbert dianggap keterlaluan, dihujat menghina agama dan dianggap menimbulkan perpecahan. Pihak pertama yang melaporkannya adalah Farhat Abbas, pada 16 April. Kemudian, empat hari kemudian, nama Gilbert dilaporkan Kongres Pemuda Indonesia.
Gilbert sendiri sebenarnya sudah minta maaf. Dia sudah mencoba meredam kemarahan kelompok-kelompok Islam dengan berkunjung ke sejumlah organisasi Islam.
Di MUI, Gilbert ditemui Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis.
Cholil mengatakan “menerima permohonan maaf” Gilbert. Ia percaya tak ada niatan Gilbert untuk menghina ajaran Islam apalagi menciptakan perpecahan. Cholil juga meminta umat Islam untuk memaafkan Pendeta Gilbert.
Sang pendeta juga telah menemui Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla. Setelah pertemuan, JK menyatakan bahwa Gilbert “tidak ada maksud menista”. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam besar di Indonesia, turut “mengapresiasi” permintaan maaf Gilbert.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyarankan Pendeta Gilbert atau pemuka agama manapun tidak melecehkan pemeuk agama lain atau kelompok lain. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi mengatakan bahwa Gilbert “sebaiknya tidak perlu dipolisikan”.
“Sudah cukup bahwa dia meminta maaf kepada umat Islam,” kata Fahrur.
Tapi fakta bahwa ada empat pemimpin islam memaafkan Pendeta Gilbert, tentu tidak berarti bahwa kasus ini bisa dianggap selesai. Masalahnya, para pelapor memang menganggap bahwa Gilbert sudah melakukan tindak pidana.
Farhat melaporkan Gilbert atas dasar pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal itu mengatur soal pernyataan atau perbuatan “yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
Sementara Kongres Pemuda Indonesia (KPI) DKI Jakarta melaporkan Gilbert atas dasar Pasal 28 dan Pasal 45A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kedua pasal itu mengatur tentang distribusi atau transmisi informasi elektronik yang bersifat “menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kebencian atau permusuhan” salah satunya terhadap agama.
Kalau Anda perhatikan, yang jadi masalah adalah apa yang dimaksudkan dengan menodai atau menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap agama? Dan itulah yang menyebabkan dellik penodaan agama selama ini memang dikenal sebagai pasal karet yang bermasalah secara hukum.
Definisi kata ‘penodaan agama’ itu bisa melebar ke mana-mana. Anda misalnya ingat beberapa kasus yang saya sebut ini.
Pertama, Ahok. Dia dipenjara dua tahun karena dianggap terbukti melakukan penodaan agama. Padahal ketika itu dia hanya mengatakan bahwa warga bisa saja tidak memilih dia sebagai Calon Gubernur DKI karena dibohongi pakai surat Al Maidah 51. Dia tidak bilang Al Maidah 51 itu adalah ayat berisi kebohongan. Dia Cuma bilang ada orang-orang yang berbohong dengan menggunakan Al Maidah 51. Tapi toh pengadilan tetap menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama.
Lantas soal pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang. Dia dipenjara satu tahun atas pasal penodaan agama karena di pesantren yang dipimpinnya, Panji mengajarkan corak beragama yang dianggap berbeda dari arus utama ajaran islam di Indonesia.
Atau juga selebgram Lina Mukherjee. Dia dipenjara dua tahun karena mengunggah video makan kerupuk babi yang dimulai dengan pengucapan kata Bismillah.
Jadi, dugaan penodaan agama di berbagai kasus tersebut terlihat digunakan dengan cara yang sangat lentur.
Sekadar catatan, klausul penodaan agama sendiri telah dihapuskan dalam KUHP baru yang disahkan pada 2023 lalu. Namun KUHP yang sudah direvisi itu baru akan berlaku pada 2026.
Jadi Gilbert masih berpotensi maju ke pengadilan atas dasar pasal tersebut. Bagaimanapun, saya berharap jangan sampai Gilbert kali ini benar-benar harus diadili karena isi ceramahnya itu.
Saya bukan penggemar Gilbert. Saya tidak mengenal dirinya secara personal. Saya tidak pernah mendengar pandangan-pandangannya secara utuh.
Tapi pengaduan terhadapnya harus ditolak karena sangat membahayakan hak dan kebebasan warga untuk berpendapat dan berekspresi. Dia hanya sedang mengungkapkan pandangannya tentang doktrin zakat dan perpuluhan.
Dia sedang mengutarakan pandangannya bahwa umat Kristen seharusnya tidak usah mengeluh tentang kewajiban mendermakan kekayaannya di jalan Tuhan. Dia menyebut ajaran islam tidak dengan perspektif negatif.
Dia justru mengatakan cara beribadat Muslim itu sangat sulit, sementara cara beribadat umat Kristen itu mudah. Nah, jadi di mana letak menodai Islamnya?
Seperti saya katakan, saya berharap Gilbert tidak perlu harus dibawa ke pengadilan.
Sudah terlalu banyak warga Indonesia yang akhirnya harus menjadi korban pasal penodaan agama hanya karena mereka mengutarakan pandangannya.
Hak berbicara dan berpendapat adalah hak yang harus dilindungi di negara ini. Karena itu, terlepas dari apakah Anda suka atau tidak suka dengan gaya berdakwah Gilbert, kita harus bersama-sama membelanya.Trang, saya sangat berharap Pendeta Gilbert Lumoindong jangan sampai diajukan ke sidang pengadilan. Anda mungkin sudah mendengar ya kasusnya.
Dia ini sekarang sedang menghadapi dua laporan atas dugaan penistaan agama.
Yang jadi pangkal masalah adalah cuplikan video ceramahnya yang beredar luas di dunia maya.
Gilbert ini memang lucu. Dan kelucuannya kali ini dia tampilkan kembali. Dalam ceramah itu dia sebenarnya sedang menyindir umat Kristen. Secara spesifik dia bicara soal orang-orang Kristren yang mengeluh karena harus menyisakan sepersepuluh dari penghasilannya untuk jalan agama.
Tapi masalahnya, dia kemudian membandingkannya dengan umat Islam. Dia bilang umat Kristen memang harus mendermakan sepersepuluh penghasilannya tetapi cukup mengikuti kebaktian seminggu sekali. Ini beda sekali dengan umat Islam.
Kaum muslim hanya membayar zakat dua setengah persen tapi cara beribadatnya setengah mati. Yang dijadikannya sebagai contoh adalah kewajiban sholat yang harus dilakukan lima kali sehari. Cara beribadatnya pun nggak gampang. Harus berdiri, harus ruku’, dan yang paling berat di akhir shalat harus duduk dengan melipat kaki.
Itu kan tidak semua orang bisa. Jadi wajar dong kalau zakatnya cuma dua setengah persen. Kalau cuma bayar dua setengah persen, nggak bisa dong beribadat hanya sekali seminggu, kata Gilbert. Beda kelas, ujarnya berseloroh.
Gilbert juga bicara tentang kewajiban bersuci sebelum beribadat. Kalau umat islam, sebelum beribadat harus berwudhu, membersihkan tubuh dengan air. Sementara orang Kristen, datang dari mana-mana, langsung masuk gereja. Ini tidak berarti umat Kristen jorok, tapi disucikan oleh darah Yesus. Itu adalah kira-kira bunyi ceramah yang diberikan Gilbert.
Di video terdengar berulangkali suara tawa khalayak. Mereka nampaknya memang merasa terhibur sekali dengan gaya Gilbert mensyiarkan agama. Namun, ternyata, di sisi lain, ceramah ini menyakiti sebagian umat Islam. Berbagai cercaan dialamatkan kepadanya.
Di berbagai video saya melihat bagaimana Gilbert dianggap keterlaluan, dihujat menghina agama dan dianggap menimbulkan perpecahan. Pihak pertama yang melaporkannya adalah Farhat Abbas, pada 16 April. Kemudian, empat hari kemudian, nama Gilbert dilaporkan Kongres Pemuda Indonesia.
Gilbert sendiri sebenarnya sudah minta maaf. Dia sudah mencoba meredam kemarahan kelompok-kelompok Islam dengan berkunjung ke sejumlah organisasi Islam.
Di MUI, Gilbert ditemui Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis.
Cholil mengatakan “menerima permohonan maaf” Gilbert. Ia percaya tak ada niatan Gilbert untuk menghina ajaran Islam apalagi menciptakan perpecahan. Cholil juga meminta umat Islam untuk memaafkan Pendeta Gilbert.
Sang pendeta juga telah menemui Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla. Setelah pertemuan, JK menyatakan bahwa Gilbert “tidak ada maksud menista”. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam besar di Indonesia, turut “mengapresiasi” permintaan maaf Gilbert.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyarankan Pendeta Gilbert atau pemuka agama manapun tidak melecehkan pemeluk agama lain atau kelompok lain. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi mengatakan bahwa Gilbert “sebaiknya tidak perlu dipolisikan”.
“Sudah cukup bahwa dia meminta maaf kepada umat Islam,” kata Fahrur.
Tapi fakta bahwa ada empat pemimpin islam memaafkan Pendeta Gilbert, tentu tidak berarti bahwa kasus ini bisa dianggap selesai. Masalahnya, para pelapor memang menganggap bahwa Gilbert sudah melakukan tindak pidana.
Farhat melaporkan Gilbert atas dasar pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal itu mengatur soal pernyataan atau perbuatan “yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
Sementara Kongres Pemuda Indonesia (KPI) DKI Jakarta melaporkan Gilbert atas dasar pasal Pasal 28 dan Pasal 45A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kedua pasal itu mengatur tentang distribusi atau transmisi informasi elektronik yang bersifat “menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kebencian atau permusuhan” salah satunya terhadap agama.
Kalau Anda perhatikan, yang jadi masalah adalah apa yang dimaksudkan dengan menodai atau menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap agama? Dan itulah yang menyebabkan dellik penodaan agama selama ini memang dikenal sebagai pasal karet yang bermasalah secara hukum.
Definisi kata ‘penodaan agama’ itu bisa melebar ke mana-mana. Anda misalnya ingat beberapa kasus yang saya sebut ini.
Pertama, Ahok. Dia dipenjara dua tahun karena dianggap terbukti melakukan penodaan agama. Padahal ketika itu dia hanya mengatakan bahwa warga bisa saja tidak memilih dia sebagai Calon Gubernur DKI karena dibohongi pakai surat Al Maidah 51. Dia tidak bilang Al Maidah 51 itu adalah ayat berisi kebohongan. Dia Cuma bilang ada orang-orang yang berbohong dengan menggunakan Al Maidah 51. Tapi toh pengadilan tetap menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama.
Lantas soal pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang. Dia dipenjara satu tahun atas pasal penodaan agama karena di pesantren yang dipimpinnya, Panji mengajarkan corak beragama yang dianggap berbeda dari arus utama ajaran islam di Indonesia.
Atau juga selebgram Lina Mukherjee. Dia dipenjara dua tahun karena mengunggah video makan kerupuk babi yang dimulai dengan pengucapan kata Bismillah.
Jadi, dugaan penodaan agama di berbagai kasus tersebut terlihat digunakan dengan cara yang sangat lentur.
Sekadar catatan, klausul penodaan agama sendiri telah dihapuskan dalam KUHP baru yang disahkan pada 2023 lalu. Namun KHUP yang sudah direvisi itu baru akan berlaku pada 2026.
Jadi Gilbert masih berpotensi maju ke pengadilan atas dasar pasal tersebut. Bagaimanapun, saya berharap jangan sampai Gilbert kali ini benar-benar harus diadili karena isi ceramahnya itu.
Saya bukan penggemar Gilbert. Saya tidak mengenal dirinya secara personal. Saya tidak pernah mendengar pandangan-pandangannya secara utuh.
Tapi pengaduan terhadapnya harus ditolak karena sangat membahayakan hak dan kebebasan warga untuk berpendapat dan berekspresi. Dia hanya sedang mengungkapkan pandangannya tentang doktrin zakat dan perpuluhan.
Dia sedang mengutarakan pandangannya bahwa umat Kristen seharusnya tidak usah megeluh tentang kewajiban mendermakan kekayaannya di jalan Tuhan. Dia menyebut ajaran islam tidak dengan perspektif negatif.
Dia justru mengatakan cara beribadat Muslim itu sangat sulit, sementara cara beribadat umat Kristen itu mudah. Nah, jadi di mana letak menodai Islamnya?
Seperti saya katakan, saya berharap Gilbert tidak perlu harus dibawa ke pengadilan.
Sudah terlalu banyak warga Indonesia yang akhirnya harus menjadi korban pasal penodaan agama hanya karena mereka mengutarakan pandangannya.
Hak berbicara dan berpendapat adalah hak yang harus dilindungi di negara ini. Karena itu, terlepas dari apakah Anda suka atau tidak suka dengan gaya berdakwah Gilbert, kita harus bersama-sama membelanya.