Narasi Ngadi-ngadi dr Tifa setelah Dijadikan Tersangka Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi

Published:

Guys, dr. Tifa bikin drama lagi setelah resmi jadi tersangka kasus tuduhan ijazah Jokowi. Dalam onferensi pers yang diadakan setelah jadi tersangka, dia bikin narasi yang ngadi-ngadi banget. Katanya, petersangkaannya adalah perang besar, seperti rakyat melawan penguasa.

Jadi pada 7 November lalu, dia, Roy Suryo dan Rismon Sianipar ditetapkan sebagai tersangka. Tapi bukannya bersikap tenang dan kooperatif, mereka malah bikin “Deklarasi Akademisi dan Aktivis” pada 11 November lalu. Dalam deklarasi itu, Tifa menyebut kasus yang dia hadapi sebagai “perang besar” antara rakyat biasa melawan kekuasaan Jokowi. Narasi yang ngasal banget.

Dijadikannya dia dan kawan-kawan sebagai tersangka sebenarnya kan cuma kasus hukum yang diakibatkan oleh tindakan mereka sendiri. Selama ini mereka gencar banget memfitnah ijazah Pak Jokowi palsu. Setelah jadi tersangka eh malah bikin drama.

Udah gitu pada konfrensi itu Tifa juga bikin tuduhan baru kepada Pak Jokowi. Katanya Pak Jokowi punya dana Rp. 11 Triliun untuk melawan mereka. Tuduhan yang tak disertai dengan bukti atau sumber yang jelas. Yang lebih lucu klaimnya, yang menyebut tindakan mereka dibandingkan dengan perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda pada 1825.

Kan beda banget, perjuangan Dipenogoro adalah perjuangan melawan penjajahan Belanda. Sementara kasus yang dia hadapi adalah dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE yang mereka lakukan sendiri. Konteks kedua situasi tersebut sangatlah berbeda.

Pada acara itu Tifa bilang, dia sudah pasrah kalau dia dan kawan-kawannya masuk penjara. Walaupun dia bilang, akan tetap melawan saat dipenjara nanti. Katanya mau bikin disertasi tentang perlawanan mereka. “Penjara tidak akan pernah bisa memenjarakan hati yang merdeka.” Sebuah narasi yang penuh dengan drama, merasa tertindas karena melawan kekuasaan.

Padahal yang dia lakukan adalah perbuatan yang melawan hukum. Kalau memang merasa benar dengan apa yang mereka tuduhkan, buktikan saja di pengadilan. Bukan malah bikin narasi klise, rakyat vs penguasa. Yang makin aneh, Tifa juga mengaitkan kasus ini dengan “tanda-tanda langit” dan perjuangan spiritual. Halusinasi tingkat tinggi dari seorang yang mengklaim sebagai seorang peneliti.

Memberi kritikan kepada presiden memang sah dan boleh aja. Tapi harus berdasar fakta, bukan tuduhan liar. Polisi sudah dua kali gelar perkara yang melibatkan ahli sebelum menetapkan mereka tersangka. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menegaskan keputusan itu berdasarkan bukti hukum dan ilmiah.

Tapi Tifa dan kawan-kawan justru bikin sanggahan berdasar teori konspirasi dan perbandingan yang nggak masuk akal. Kalau ”ngakunya” sebagai akademisi sejati seharusnya bekerja dengan data terverifikasi dan metodologi jelas. Bukan dengan deklarasi secara emosional.

Padahal kalau mau berpikir secara jernih, ini adalah kasus hukum yang harus diselesaikan lewat jalur hukum. Bukan dengan narasi perjuangan yang dibikin seolah heroik, tapi heroik menurut mereka sendiri. Dari cara bicaranya yang penuh metafora perang dan spiritualitas, rasanya sudah jauh dari diskusi akademis.

Mari kita tunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Semoga pengadilan bisa membuka dengan terang benderang siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus ini. Buat Tifa dan kawan-kawan, jangan bikin drama terus, biar hukum saja yang bicara!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img