Ade Armando: Mengapa Khilafah Berbahaya?

Published:

Jakarta, PIS – Halo semua, hari ini kita akan bicara soal Khilafah. Kata ‘khilafah’ dan ‘khalifah’ pada beberapa tahun terakhir ini menjadi sering dibicarakan di tengah masyarakat Indonesia. Ini terutama terkait dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia yang sejak tahun 2017 dibubarkan oleh keputusan pemerintah. Dan kedua, ini juga terkait dengan kampanye khilafah yang berulangkali didengungkan di berbagai daerah. HTI dibubarkan pemerintah, pertama kali pada Mei 2017. HTI banding ke PTUN. Ketika PTUN menolak banding tersebut, HTI mengajukan kasasi ke MA. Namun pada 2019, MA mengukuhkan keputusan pemerintah dan PTUN untuk membubarkan HTI.

HTI dibubarkan bukan karena misalnya terkait dengan tindak kekerasan atau terorisme. HTI dibubarkan karena dianggap terbukti berkeinginan mengubah negara Pancasila dan UUD 45. Ada pro kontra terhadap keputusan itu. Sebagian menganggap pelarangan dan pembubaran HTI adalah tindakan anti demokrasi, karena bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia untuk berorganisasi. Sebagian lagi menanggap pelarangan ini merupakan tindakan anti-Islam, Islamophobia. Tapi ada juga yang mendukung langkah pemerintah tersebut karena gagasan khilafah itu sendiri pada intinya anti demokrasi.

Untuk itu, marilah kita pahami apakah yang dimaksud dengan Khilafah, Khalifah sebagaimana yang diperjuangkan HTI. Saya Ade Armando, dari Pergerakan Indonesia untuk Semua. Kta mulai dari definisi. Kata khilafah bisa didefinisikan sebagai sebuah sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia. Di dalam khilafah, hukum yang diterapkan adalah apa yang disebut sebagai hukum Islam. Orang yang memimpin sebuah khilafah adalah khalifah, atau dapat disebut juga Imam dan Amirul Mukminin. Khilafah tidak dibatasi negara-bangsa. Seorang khalifah adalah seorang pemimpin Islam dengan kekuasaan politik di seluruh dunia.

Dunia Islam idealnya hanya tunduk pada satu khalifah. Para pejuang khilafah ini memiliki pandangan bahwa Islam diturunkan untuk mengatur dunia. Bagaimana cara mengaturnya ada di dalam sejumlah sumber hukum, seperti Al Quran, Sunnah dan hadis, serta kesepakatan para ulama. Pada awalnya, kepemimpinan Islam dipegang oleh Nabi Mahammad. Setelah nabi Muhammad wafat, kepemimpinan islam diisi secara bergantian oleh empat sahabat Nabi, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Seusai Ali, kepemimpinan Islam dipegang oleh sejumlah dinasti, termasuk bani Ummayah, Bani Abbasiyah, Bani Fatimiyah dan bani Ustmaniyah. Masing-masing dinasti memimpin dunia Islam selama ratusan tahun. Mereka itulah yang kemudian dipandang sebagai Khalifah. Di era itu kekuasaan Islam terus meluas.

Dari semula di jazirah Arab saja, kekuasaan khilafah-khilafah itu kemudian mencakup Asia, Afrika dan Eropa. Kaum muslim melihat era tersebut sebagai masa kejayaan Islam. Era Khilafah Islam ini berhenti pada 1924, dengan tumbangnya khalifah Utsman yang berpusat di Turki. Sejak saat itu dunia Islam terbagi menjadi puluhan negara yang terpisah dengan dipimpin seorang kepala negara di wilayahnya masing-masing. Para pejuang khilafah ingin mengembalikan era kejayaan islam di bawah seorang khalifah. Para pejuang khilafah percaya bahwa kekalahan dunia Islam dari Barat berakar pada ditinggalkannya hukum Islam yang datang dari Allah. Hanya saja, agar hukum Islam itu bisa diterapkan di seluruh dunia, diperlukan seorang pemimpin yang kuat dan terpusat. Karena itu, dunia Islam membutuhkan Khilafah yang dipimpin Khalifah.

Salah satu organisasi yang paling terdepan dalam kampanye ini adalah Hizbut Tahrir, sebuah gerakan internasional yang lahir di wilayah Palestina pada 1953. Selama hampir 70 tahun HT berkembang pesat di banyak negara. Di Indonesia, HT masuk pada 1980an melalui kampus-kampus terkemuka, terutama Institut Pertanian Bogor. Pada awalnya mereka tidak tampil secara terbuka, Mereka lebih aktif mengembangkan halaqah, kelompok kecil beranggotakan 5-10 orang di komunitas-komunitas terbatas. Sejak reformasi, pasca 1998, HTI lebih berani menampilkan diri. Mereka terus berkembang terutama melalui kampus-kampus bergengsi. Mereka juga mulai biasa terlihat di berbagai aksi massa. Sejumlah tokohnya pun, menjadi pemuka pendapat yang bisa menarik simpati anak muda, seperti Felix Siauw. Lalu di manakah sebenarnya, masalah dengan HTI Masalah utamanya ini: Sistem Khilafah ini berseberangan dengan demokrasi. Dalam demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat.

Rakyat secara kolektif membuat hukum, menentukan mana yang boleh dan tidak. Di Indonesia, misalnya, yang membuat undang-undang adalah wakil rakyat di DPR bersama pemerintah. Pemerintah kemudian membuat berbagai aturan dengan melandaskan diri pada UU. Dalam konsep khilafah, hukum dibuat oleh Tuhan. Rakyat adalah mahluk yang diciptakan Tuhan yang harus tunduk pada hukum Tuhan. Dalam demokrasi, pemimpin dilaksanakan untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. Dalam khilafah, pemimpin dipilih untuk melaksanakan syariah. Jadi di dalam khilafah, tidak ada parlemen. Kekuasaan secara absolut ada di tangan khilafah yang melandaskan diri pada hukum Islam yang termuat dalam Al Quran, hadits dan sunnah, serta pendangan ulama. Seorang khalifah tidak dipilih melalui pemilihan umum. Seorang khalifah dipilih melalui majelis yang diisi sejumlah tokoh yang dianggap memenuhi persyaratan.

Warga non-muslim tidak memiliki hak untuk memilih. Mereka memiliki hak di bidang2 lain, tapi tidak dalam pemilihan khalifah. Karena itu di dalam majelis yang memilih Khalifah, tidak ada perwakilan non-muslim. Seperti dikatakan, kekuasaan Khilafah tidak terbatas pada satu wilayah negara. Karena itu bila diterapkan, pemilihan khalifah di dunia saat ini akan dilakukan dengan pemilihan melalui perwakilan di setiap negara. Jadi para wakil Indonesia, wakil Malaysia, wakil Brunei, Jordania, Irak, Saudi, dan lain-lain bersama-sama memilih Khalifah. Khalifah memiliki kekuasaan abosulut. Yang menentukan hukum yang menyangkut kepentingan publik adalah khalifah. Khalifah memiliki hak tabbani, yaitu hak menentukan hukum negara. Jadi kalau ada perbedaan pendapat tentang bagaimana mengatur ekonomi, sosial, politik, budaya, yang menentukan kata akhir adalah Khalifah. Begitu khalifah menentukan, semua pihak harus patuh. Memang ada majelis umat, tapi tidak memiliki hak legislasi seperti parlemen. Sistem hilafah tidak mempercayai pembangian kekuasaan antara khalifah, parlemen dan hakim.

Seorang hakim ditentukan dan diangkat oleh Khalifah. Jadi sebenarnya tidak ada pihak yang secara resmi mengontrol Khalifah. Khalifah hanya dikontrol oleh dirinya dan kepatuhannya terhadap syariat Islam. Seorang khalifah baru bisa digugat kalau dia secara terang-terangan melanggar syariah dan melakukan kezaliman luar biasa. Yang menggugatnya adalah mahkamah mazzalin, yang terdiri dari para hakim yang sebelumnya dipilih oleh khalifah. Seorang khalifah tidak bisa diganti selama hidupnya. Tidak ada periodisasi masa jabatan. Dia diganti kalau mengundurkan diri, meninggal dunia atau melanggar syariah. Kalau dia melanggar syariah secara terang-terangan, dia bahkan layak digulingkan dnegan kekuatan bersenjata.

Para pendukung khalifah percaya bahwa sistem politik ini bisa ditegakkan karena dulu selama berabad-abad dijalankan di dunia Islam. Sekarang, mudah-mudahan jelas mengapa saya katakana sistem Khilafah berseberangan dengan demokrasi. Khilafah berseberangan dengan konsep Negara Kedaulatan Republik Indonesia, Pancasila dan UUD 1945. Tapi bukan Cuma Indonesia yang menolak Hizbut Tahrir. Ada banyak negara yang melarang HT berkembang di negaranya. Apalagi karena di sejumlah negera, HT dianggap terlibat dalam kudeta dan juga terlibat dalam aksi terorisme. Dalam deretan negara yang menolak HT adalah, Mesir, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libya, Turki, Rusia, Jerman dan Malaysia. Kami di PIS, menolak gagasan Khilafah dan Khalifah Mudah-mudahan begitu juga dengan Anda

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img