Baim-Paula Cerai, Hakim Sebut Paula Istri Durhaka

Published:

Hakim Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan cerai Baim Wong terhadap Paula Verhoeven. Yang bikin miris, hakim menggunakan istilah durhaka, untuk menyebut kesalahan Paula. Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar Rabu, 16 April 2025 lalu. Putusan dibacakan setelah majelis hakim mengaku telah mempertimbangkan sejumlah fakta persidangan. Misalnya ada perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga mereka. Persidangan juga mengungkap adanya pihak ketiga dalam rumah tangga mereka.

Walau belum berkekuatan hukum tetap (inkrah), Majelis Hakim menyatakan ada keterlibatan pria berinisial NS yang terbukti secara sah. Karena ada orang ketiga ini, hakim menyebut Paula sebagai istri durhaka. “Istri yang nusyuz itu artinya istri yang durhaka kepada suami,” ucap Humas PA Jaksel, Suryana. Paula juga disebut telah mengkhianati hubungan pernikahan yang dijalani bersama Baim Wong sejak 2018. Putusan cerai ini belum inkrah karena masih terbuka kesempatan untuk mengajukan banding. Baim Wong sendiri ajuin gugatan cerai ke PA Jakarta Selatan pada 7 Oktober 2024. Baim dan Paula menikah pada 22 November 2018 itu. Mereka dikaruniai dua anak yang saat ini berada dalam pengasuhan Baim Wong.

Paula tetap salah karena sudah terbukti berselingkuh. Pengkhianatan dalam rumah tangga, apapun alasannya, adalah tindakan yang mencederai fondasi kepercayaan dan komitmen. Selingkuh itu bukan cuma soal “salah satu pihak kurang ini-itu”. Ini tentang pilihan sadar untuk mengkhianati kesetiaan, dan itu berdampak besar bukan hanya ke pasangan, tapi juga ke seluruh ekosistem keluarga. Tapi, apa etis Majelis Hakim melabeli Paula “Istri Durhaka”? Dalam konteks hukum perdata (terutama hukum keluarga), hakim harusnya cuma berfokus pada fakta hukum. Apakah terjadi pelanggaran terhadap kewajiban perkawinan atau nggak. Kasih label “istri durhaka” itu udah masuk wilayah penghakiman moral, bukan keputusan yudisial.

Dalam setiap perceraian yang paling dirugikan adalah Anak. Dalam kasus ini, mereka gagal melindungi anak dari kebisingan emosional yang terjadi di rumah. Orang tua yang terlibat perselingkuhan atau perpecahan emosional cenderung lebih fokus pada masalah dirinya sendiri. Mereka sering kali mengabaikan kebutuhan emosional anak. Anak nggak cuma butuh pangan, pakaian, dan tempat tinggal, tapi juga rasa aman, perhatian, dan perlindungan emosional. Selain itu, dalam situasi keluarga yang penuh ketegangan, anak sering kali tidak hanya menjadi saksi pasif. Tapi bisa juga terjebak sebagai mediator emosional tanpa mereka sadari.

Baim dan Paula secara nggak sadar bisa menggunakan anak sebagai pelampiasan emosi, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam keluarga yang lagi berkonflik besar, pengasuhan konsisten dan penuh perhatian bisa terganggu. Anak butuh kehadiran orang tua yang stabil untuk membentuk rasa kepercayaan dan identitas yang sehat. Namun, ketika orang tua sibuk dengan pertikaian mereka, sering kali mereka menjadi tidak responsif terhadap kebutuhan emosional anak. Semoga kasus Baim dan Paula jadi pembelajaran berharga bagi para orangtua untuk tidak mengorbankan kebahagiaan anak. Yuk jadi orangtua yang bijak!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img