Jakarta, PIS – Bisnis thrift shop (barang bekas) sedang tumbuh subur di Indonesia. Salah satunya adalah baju bekas impor yang kini tengah digandrungi muda-mudi milenials. Selain harganya yang murah, kualitas barangnya juga masih bagus, bahkan bermerek.
Namun, pelaku bisnis baju bekas impor kini terancam gulung tikar. Gara-garanya adalah Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. Dia kembali memberlakukan larangan impor baju bekas.
Gak tanggung-tanggung, untuk upaya penegakan hukum, Zulkifli membakar baju bekas impor senilai Rp 9 miliar. Katanya, selain untuk melindungi produk lokal, larangan itu juga terkait kesehatan.
Menurut tes laboratorium, baju bekas impor mengandung jamur yang berbahaya untuk kesehatan kulit. Larangan impor baju bekas ini seperti pedang bermata dua. Di satu sisi ia ingin melindungi industri kecil dalam negeri.
Di sisi yang lain juga mengancam mata pencarian penjual baju bekas impor (thrift shop). Karena kebanyakan mereka adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sudah lama beroperasi.
Menurut Adinda Tenriangke Muchtar dari The Indonesian Institute, Pemerintah tak perlu melarang impor baju bekas. Yang terpenting, katanya, melakukan penegakan hukum terhadap baju bekas impor itu sendiri.
Misalnya melalui pengecekan di bea cukai. Kebijakan Zulkifli ini memang terasa aneh. Selain membunuh mata pencarian penjual baju bekas impor. Pelarangan ini juga membatasi kebebasan konsumen.
Khususnya anak milenial yang mengejar baju bermerek dengan harga terjangkau. Pemerintah tak perlu melarang. Ia cukup memberikan edukasi ke konsumen mengenai konsekuensi pembelian baju bekas impor.
Yang paling penting adalah pemerintah membuat langkah-langkah inovatif dan konstruktif untuk memperkuat produk dalam negeri. Seperti bantuan modal dan pembukaan akses pasar.
Agar daya saing produk lokal terus meningkat di tengah gempuran produk impor. Maka, dengan sendirinya konsumen agar beralih dan memilih produk lokal. KAMU PILIH MANA? BAJU BEKAS BERMEREK ATAU BAJU LOKAL?
