Tahu kan kasus 2 lembaga survei yang hasil surveinya berbeda di Jakarta? Nah, 2 lembaga survei itu habis disidang sama dewan etik asosiasi lembaga survei. Keputusannya: salah satu lembaga survei diberikan sanksi. Buat yang belum tahu, 2 lembaga survei merilis hasil surveinya soal Pilkada Jakarta saat ini. 2 lembaga survei itu adalah Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia.
Masalahnya, hasil survei 2 lembaga survei itu kontras banget. Hasil survei Poltracking, elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno 36,4 persen; sementara elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono 51,6 persen. Artinya, perolehan suara Ridwan Kamil-Suswono unggul dari Pramono-Rano. Sebaliknya, hasil survei LSI, elektabilitas Pramono-Rano 41,6 persen, sedangkan Ridwan -Suswono 37,4 persen. Artinya, perolehan suara Pramono-Rano unggul dari Ridwan Kamil-Suswono.
Dalam tradisi survei, ini jelas anomali. Kenapa? Karena nggak mungkin hasil survei bisa berbeda signifikan ketika survei dilakukan pada periode yang kurang lebih sama. Untuk menghindari kebingungan di tengah publik, asosiasi yang menaungi 2 lembaga survei itu, yaitu Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) melakukan audit.
Persepi mengecek prosedur survei LSI dan Poltracking. Poltracking diketahui punya data survei ganda yang nggak konsisten. Poltracking juga nggak bisa nunjukin data asli dari survei 2.000 responden mereka dengan alasan sudah dihapus dari server. Adapun LSI, semua datanya aman dan sesuai standar operasional pelaksanaan (SOP). Di ujung, Dewan Etik Persepi kasih sanksi ke Poltracking, yaitu nggak boleh rilis survei. Kalaupun mau rilis survei, harus dengan persetujuan Dewan Etik. Kalau nggak mau, mereka keluar dari Persepi.
Direktur Poltracking, Masduri Amrawi, bilang akan keluar dari Persepi demi menjaga integritas. Poltracking, katanya, diajak bergabung ke Persepi tahun 2014 karena integritasnya. Sekarang, Poltracking, katanya, keluar dengan alasan yang sama.
Semoga putusan asosiasi lembaga survei ini jadi warning bagi lembaga survei lainnya di bawah asosiasi yang sama ya. Bahwa lembaga survei bisa dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil surveinya. Dengan begitu, lembaga survei bisa tetap menjaga marwah dan reputasinya di mata publik. Kita sebagai warga butuh lembaga survei yang kredibel dan yang berintegritas.
Gimana pendapatmu soal kasus ini?