MUI Pusat lagi beda pendapat sama MUI Banten soal Kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2). Pangkal persoalannya rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun di sana. Proyek ini dibangun pemerintah dengan tujuan buat tingkatin pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Tapi, wacana ini ditolak dan diminta dihentikan MUI Pusat. Sekretaris Jendral MUI Pusat, Amirsyah Tambunan bilang, “Lebih banyak mafsadatnya (kerugian) daripada maslahatnya (keuntungannya)”. Selain itu, PSN ini kabarnya masih bermasalah dalam berbagai aspek, misalnya soal legalitas proyek ini yang meragukan. Menurut MUI Pusat, banyak izin yang belum rampung yang bikin status hukumnya jadi abu-abu.
Masalah berlanjut pada isu kompensasi yang dirasa nggak adil. Kabarnya warga Banten dipaksa menjual tanahnya dengan harga rendah, sekitar Rp50.000 per meternya. Mereka juga menyoroti soal dampak lingkungan yang akan terjadi. Proyek ini melibatkan perubahan besar-besaran di lahan dan ekosistem sekitar. Ini jelas ngundang risiko buat lingkungan hidup. Keresahan publik juga jadi alasan karena masyarakat merasa nggak dikasih sosialisasi yang cukup soal PSN ini. Ketua Tim MUI Pusat soal PIK 2, Masduki Baidlowi bilang MUI bakal terus cross-check ke berbagai pihak. Mereka juga bakal bikin tim appraisal untuk bantu warga dapet kompensasi yang adil. Di lain sisi, MUI Banten punya pendapat beda. Mereka bahkan harus ngelurusin kesalahpahaman publik soal PSN dan PIK 2. Ketua MUI Banten Bidang Infokom dan Kebudayaan Islam, Alwiyan Qosid Syam’un, tegas bilang PSN itu beda sama PIK 2.
“PIK 2 nggak pernah di-PSN-kan,” katanya di acara Tasyakuran dan Silaturrahim MUI Banten.
Yang bikin tambah menarik, Alwiyan ngejelasin kalau tanah di PIK 2 belum digarap sama sekali. “Masih kosong,” ujarnya. Jadi menurut Alwi, terlalu cepat buat nyimpulin proyek ini bakal membawa mudarat. MUI Banten justru ngedukung proyek ini karena potensinya nyerap 30 ribu sampai 50 ribu tenaga kerja.
“Harus ada empati ke orang-orang yang nasibnya kurang beruntung,” ucap Alwiyan. Untuk memecahkan masalah ini dan dapetin solusi, MUI Banten ngajak semua pihak buat tabayun atau klarifikasi bareng. Mereka yakin dialog bisa jadi solusi terbaik. “Kalau masyarakat terzalimi, kita bela. Kalau pemerintah yang dizalimi, kita juga harus bela,” ucap Alawiyan. Jadi, ada dua pendapat yang berseberangan nih. MUI Pusat fokus ke dampak buruk dan pelanggaran prosedur, sementara MUI Banten lihat peluang ekonomi dan manfaat jangka panjang. Dua lembaga itu punya alasan kuat, jadi penting banget buat semua pihak duduk bareng. Dialog terbuka dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pengelola proyek bisa jadi jalan tengah yang adil. Misalnya, membentuk tim independen yang libatin pakar lingkungan, hukum, dan ekonomi buat evaluasi dampak proyek. Bisa juga lakuin dialog komprehensif untuk membuat kesepakatan kompensasi yang adil dan prosedur yang sesuai hukum. Atau membuat panduan sosialisasi yang memastikan publik paham soal beda antara PSN dan PIK 2 biar nggak ada salah paham. Intinya, beda pandangan nggak harus berujung konflik. Ini justru bisa jadi peluang buat cari solusi yang lebih baik.
Dengan tabayun yang jernih, pembangunan bisa tetap jalan tanpa ngorbanin hak-hak masyarakat kecil. Yuk, duduk bareng dan saling sinergi!