Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert akhirnya dipecat. Buntut kegagalan dia membawa Timnas Indonesia tampil di Piala Dunia 2026. Indonesia dipastikan kandas tampil di Piala Dunia setelah kalah tipis dari Timnas Irak 1-0. Sebelumnya, Indonesia juga kalah dari Arab Saudi dengan skor 2-3. Patrick Kluivert dipecat lewat mekanisme mutual termination alias kesepakatan bersama pada 16 Oktober.
Tapi pemecatan itu ternyata bukan akhir cerita. Justru banyak kejanggalan yang mulai terbuka ke publik. Salah satu yang paling disorot adalah sikap dingin Kluivert setelah Indonesia kalah. Bukannya menghampiri suporter, ia malah tetap duduk tenang di bangku cadangan. Seolah tanpa empati dan rasa tanggung jawab atas hasil buruk timnya. Yang lebih mengejutkan, usai laga Kluivert langsung terbang ke Belanda tanpa kembali ke Indonesia. Padahal kontraknya masih berlaku sampai tahun 2027. Tak heran, kritikan deras mengarah ke Kluivert dan jajaran pelatih. Salah satunya datang dari anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade.
Ia secara blak-blakan mengungkap banyak kejanggalan selama masa kepelatihan Kluivert. Menurut Andre, sebelum laga penting melawan Arab Saudi, tim pelatih bahkan tidak melakukan simulasi strategi. Latihan yang dilakukan hanya pemanasan ringan, tanpa pembahasan taktik menghadapi lawan. Pengamat sepak bola senior, Mohammad Kusnaeni, juga menilai pemecatan Kluivert sudah wajar.
Menurutnya, Kluivert banyak membuat keputusan keliru dan gagal memenuhi target dari PSSI. Di bawah asuhan Kluivert, tim Garuda terlihat lemah di banyak sisi. Mereka kurang tajam, minim kreativitas, dan sering membuat kesalahan sendiri.
Tapi persoalannya ternyata bukan cuma soal pelatih. Andre Rosiade juga menuding ada “perpecahan” di dalam tubuh PSSI sendiri. Ada satu kubu yang ingin memecat Kluivert, tapi ada juga yang ingin mempertahankannya. Lebih parah lagi, kendali tim disebut tidak sepenuhnya berada di bawah BTN (Badan Tim Nasional). Tapi justru dikendalikan oleh dua sosok misterius berinisial “S”. Andre memang tidak menyebut secara jelas siapa dua orang itu. Ia hanya bilang, satu laki-laki asal Maroko dan satu perempuan asal Indonesia.
Publik pun ramai menebak siapa dua sosok “S” yang dimaksud. Banyak netizen menduga bahwa keduanya adalah Susie Hatadji dan Soufian Asafiati. Susie disebut-sebut sebagai orang dekat Erick Thohir yang punya pengaruh besar di timnas. Sementara Soufian, pria asal Maroko yang juga dekat dengan Kluivert, kerap terlihat terlibat dalam latihan dan konferensi pers.
Jika benar keduanya punya kuasa lebih besar dari manajer tim, berarti sistem di PSSI benar-benar kacau. Bahkan bisa dibilang tata kelolanya sudah rusak parah. Siapa pun yang memberi ruang pada mereka, harus ikut bertanggung jawab—termasuk pimpinan tertinggi PSSI. Karena selama dua sosok “S” itu masih bebas berperan, siapapun pelatihnya akan bernasib sama. Ini jadi pelajaran penting untuk PSSI.
Kalau sepak bola Indonesia mau maju, yang perlu dibenahi bukan cuma pelatih atau pemain. Tapi juga orang-orang yang “bermain di belakang layar”. PSSI butuh transparansi, butuh sistem yang profesional. Karena selama masih ada “tangan-tangan gaib” yang ikut campur, sepak bola Indonesia tak akan pernah benar-benar maju. Jadi, bukan hanya Patrick Kluivert yang harus dievaluasi, tapi seluruh struktur kekuasaan di dalam PSSI. Dan kalau ini tidak segera dibersihkan, siap-siap saja—2026 sudah gagal, 2030 pun bisa-bisa cuma jadi mimpi lagi.