Youtuber Guru Gembul mengkritik keras Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Gara-gara dianggap menutup-nutupin kekerasan seksual yang terjadi di pesantren. “Bayangin ya, setiap dua hari sekali ada satu kasus kekerasan seksual di pesantren, masak dibilang sedikit!” ucap Guru Gembul gemas.
Sebelumnya, Nasaruddin sempat bilang bahwa kasus pencabulan di pesantren jumlahnya sedikit, tapi terlihat besar karena dibesar-besarkan media. Tak terima dengan pernyataan itu, Guru Gembul kemudian menyodorkan data kekerasan seksual di pesantren yang dirilis Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Data itu nunjukkin dalam enam bulan pertama tahun 2025 aja, ada 130 laporan kekerasan seksual di pesantren.
“130 kali kekerasan dalam 6 bulan itu bukan jumlah yang sedikit Pak dan bukan dibesar-besarkan oleh media justru sebagian besar tidak ditampilkan di media,” katanya. Dia menambahkan, kalau diibaratkan setiap dua hari sekali dia bikin video, selalu ada satu kasus baru yang muncul. “Bayangkan, dua hari sekali, Pak! Tapi kenapa justru Bapak mencoba menutupi skandal seperti ini?” lanjutnya. Guru Gembul juga mempertanyakan sikap Menag yang dikenal bijak, tapi justru seolah menyepelekan kasus kemanusiaan.
“Kenapa sosok menteri agama yang terlihat zuhud, yang terlihat tenang yang terlihat toleran dan kalem begitu mencoba untuk menutupi kekerasan dan skandal yang terjadi?” ucapnya. Dia menantang Menag untuk membayangkan kalau korban itu adalah bagian dari keluarganya sendiri. “Mohon maaf seandainya kejadian ini terjadi pada keluarga bapak, apakah bapak akan menutupi ini?” ucapnya. Dia juga mengingatkan agar Menag tidak ashobiyah atau membela kelompok sendiri tanpa melihat kebenaran.
“Mohon jangan ashobiyah jangan hanya gara-gara itu pesantren kemudian pesantren harus dianggap sakral kemudian harus dianggap suci”, ucapnya. “Sehingga sesuatu yang buruk yang terjadi disana alih-alih diperbaiki alih-alih diperbarui, justru malah disembunyikan”, lanjutnya. Menurutnya, menutup-nutupi masalah justru bikin pesantren kehilangan kepercayaan publik. “Mohon berempatilah pada korban-korban yang ada berempatilah, berfikirlah pada keluarga-keluarga yang menjadi korban disitu”, tutupnya.
Pernyataan Menag emang jauh banget dari fakta yang sebenarnya terjadi. Karena faktanya kekerasan seksual di pesantren tuh tidak sedikit. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya 101 anak jadi korban kekerasan seksual di pesantren dan madrasah sepanjang 2024. Komnas Perempuan juga mencurigai kekerasan seksual di pesantren tuh sebagai fenomena “gunung es”. Kasusnya sebenarnya banyak, tapi yang terungkap baru sedikit. Mereka meyakini banyak korban yang memilih diam karena takut, malu, atau khawatir dianggap mencoreng nama pesantren.
Data-data yang ada menunjukkan kasusnya tersebar di berbagai daerah, dari Sumatera Barat, Sumenep, Karawang, jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur sampai Sulawesi Selatan. Fakta ini juga menunjukkan, masalahnya nyata dan sistemik — bukan sekadar “isu media”. Kami di Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) sangat menyayangkan pernyataan Menteri Agama yang menyepelekan kekerasan seksual di pesantren. Ucapan seperti itu justru menurunkan empati publik dan melemahkan upaya pencegahan. Karena bagi kami, satu kasus pun sudah terlalu banyak.
Kemenag seharusnya memimpin perbaikan sistemik; lewat transparansi, pendampingan korban, dan pengawasan pesantren. Bukan justru menutup-nutupi. Kalau mau menjaga marwah pesantren, tunjukkan keberanian menegakkan keadilan. Dengan berpihak pada korban dan kebenaran, justru itu yang akan menaikkan kembali kepercayaan kepada pesantren. Yukk Pak Menag, buka mata dan pikiran Anda, jangan tutupi hanya karena ingin melakukan pembelaan pada yang salah!


