Kalau NU Dan PKB Berkonflik, Indonesia Jadi Korban

Published:

Ada cerita memprihatinkan soal politik Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama sedang bertarung lawan PKB. Anda tahu ya NU adalah organisasi sosial keagaman islam terbesar di Indonesia, sementara PKB adalah partai politik islam terbesar Indonesia. PKB sendiri lahir dari NU. Tapi sekarang mereka saling serang. PKB dianggap berusaha menjatuhkan Ketua Umum PBNU saat ini, Gus Yahya Cholil Staquf.
Sementara NU dianggap berusaha menggerogoti kekuasaan Ketua PKB, Muhaimin Iskandar. Salah satu bukti konflik adalah aksi massa mengepung Kantor Pusat PBNU di Jakarta pada 2 Agustus lalu.

Nama organisasi pelaku demo adalah Aliansi Santri Gus Dur. Mereka mendesak Gus Yahya dan Sekretaris Jenderal Gus Ipul untuk mundur. Dalam aksi itu, Gus Yahya dituduh melanggar Keputusan Muktamar dengan terlibat politik praktis. NU menuding PKB berada di balik aksi Aliansi Santri Gus Dur itu.
Gerakan Pemuda Ansor NU bahkan sudah mengatakan bahwa delapan juta anggota Banser NU diminta siaga jika dibutuhkan untuk mengawal PBNU. Apa yang sebenarnya terjadi di antara dua kekuatan raksasa ini? Kita flashback dulu.

NU ini sudah sudah terjun sebagai partai politik Islam pada Pemilihan Umum 1955. Dengan nama Partai NU mereka bertarung dan memperoleh suara sangat mengagumkan. Mereka menembus 3 besar, di bawah Partai Nasional Indonesia dan Masyumi. PNI memperoleh 22,3 persen suara; sementara Masyumi 20,9 persen. NU sendiri memperoleh 18,41 persen. Tapi ketika itu terjadi konflik berkepanjangan di parlemen. NU bersama Masyumi berusaha agar Islam dapat diperjuangkan menjadi dasar negara. Mereka berhadapan dengan PNI yang bersekutu dengan PKI. Akibatnya, parlemen terus ribut, sampai Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 1959.

Melalui Dekrit itu, parlemen dibubarkan. Di jaman Orde Baru, NU kembali tampil sebagai partai politik pada 1971. Lagi-lagi suaranya mengagumkan. Dengan 18 persen suara, NU jadi partai terbesar kedua setelah Golkar. Pada 1984, NU menyatakan berhenti berpolitik dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan saja. Karena itulah ketika Soeharto jatuh dan lahir era reformasi, NU memutuskan tidak lagi maju sebagai partai politik. Para kader NU yang tertarik berpolitik mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa, di bawah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Sejak awal, PKB memiliki hubungan yang erat dengan PBNU, dan banyak tokoh NU yang berperan aktif dalam partai tersebut. Dari 1999 sampai 2024, suara PKB lumayan stabil, bahkan naik. Saat Muktamar PKB pada 2005, Cak Imin terpilih menjadi Ketum PKB, sementara Gus Dur menjadi Ketua Dewan Syuro PKB.
Tiga tahun kemudian, kondisi internal PKB meruncing. Cak Imin dituduh berusaha melengserkan Gus Dur melalui Muktamar Luar Biasa (MLB). Sebagai respon, rapat gabungan PKB memutuskan mencopot Cak Imin dari posisi ketum.

Tak terima, Cak Imin mengajukan gugat ke pengadilan dan menang. Pencopotannya sebagai Ketum DPP PKB dibatalkan. Kubu PKB Gus Dur dan PKB Cak Imin masing-masing menggelar Muktamar Luar Biasa. Cak Imin mendaftarkan kepengurusan partainya ke Kemenkumham dan disahkan. Keputusan Menkumham itu digugat kubu Gus Dur ke PTUN namun ditolak. Masing-masing kubu pun mendaftarkan partainya ke KPU untuk Pemilu 2009, namun PKB Cak Imin yang dinyatakan sah. Sejak 2005, Cak Imin berjaya memimpin PKB selama 19 tahun sampai sekarang.

Ini terjadi antara lain karena Cak Imin sukses membangun hubungan baik dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Cak Imin juga membangun hubungan baik dengan Ketua Umum NU, Kiai Said Aqil Siradj yang memimpin NU dalam periode 2010-2021. Banyak kader PKB yang juga menjadi pengurus NU, mulai dari PBNU, PWNU, sampai PCNU. Namun hubungan harmonis ini tak terus berlangsung.
Pada 2021 terjadi perubahan di NU. Yang menang dalam pemilihan Ketua PBNU saat itu adalah Gus Yahya, yang dianggap sebagai kader Gus Dur.

Sejak saat itulah dukungan NU terhadap PKB tidak lagi solid. Sejak awal kepemimpinannya, Gus Yahya, mengatakan bahwa NU tidak boleh menjadi alat politik partai manapun, termasuk PKB. Gus Yahya berulangkali mengeluarkan statement bahwa tak ada calon presiden atas nama NU. Menurutnya, kalau ada yang mengklaim para kiai merestui salah satu calon, maka itu sama sekali tidak benar karena tidak ada pembicaraan soal itu. Dia meminta warga Nahdliyin yang ikut kontestasi politik untuk berkompetisi secara sehat tanpa membawa embel-embel NU.

Pernyataan Gus Yahya menjadi pukulan telak dan dianggap sangat merugikan PKB secara politik, apalagi ketika tahun lalu Cak Imin maju sebagai Cawapres. Dalam Pilpres 2024, terasa sekali sikap negative pimpinan NU terhadap PKB. PBNU memecat pengurus yang dianggap dekat dengan PKB. Belum lagi, sindiran-sindiran Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas — yang adalah adik Gus Yahya — terhadap pasangan calon presiden Anies-Muhaimin (AMIN).

Anies Baswedan dianggap sebagai sosok yang berseberangan dengan NU. Gus Yaqut sadar langkah Anies meminang Muhaimin bertujuan untuk menggaet suara NU yang kantong suara terbesarnya ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam banyak kesempatan, Gus Yaqut terus melakukan manuver yang dituding menyerang pasangan AMIN. Contohnya pada saat memberi sambutan di acara doa bersama umat Buddha di Solo September 2023. Gus Yaqut meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin “secara asal-asalan”.

“Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng, lalu dipilih dipilih,” kata Gus Yaqut.

Bahkan di lain kesempatan, Gus Yaqut juga mengatakan kalau yang memilih Amin itu bid’ah. Namun kubu Cak Imin tidak tinggal diam. Cak Imin, sebagai Wakil Ketua DPR, mengetok palu pembentukan Pansus Haji 2024 pada Kamis, 4 Agustus 2024. Pansus ini bertujuan menelusuri keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengalihkan tambahan kuota haji reguler sebanyak 20 ribu ke haji khusus. Pengalihan ini dianggap anggota Pansus melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Banyak pihak curiga tujuan pansus itu adalah untuk menyerang NU, karena Kementerian Agama saat ini dipimpin Gus Yaqut. Dengan kata lain, Pansus Haji tidak lebih dari upaya politis untuk melemahkan posisi PBNU di mata publik. Sebagai balasannya, PBNU kemudian membentuk TIM Lima. semacam panitia khusus (Pansus) untuk mengambil alih PKB dengan alasan bahwa pengurus PKB telah melenceng dari tujuan awal pendiriannya. Gus Yahya menyamakan PBNU dan PKB sebagai pabrik dan mobil yang dihasilkan. Jika mobil rusak, pabrik harus menarik kembali untuk diperbaiki.

Kita tentu berharap konflik ini tidak akan terus meluas. Namun sejauh ini tidak terlihat ada kubu yang mau mengalah. Karena itu nampaknya perlu ada upaya eksta untuk mendamaikan keduanya. Kita selamatkan NU. Kita selamatkan PKB. Dan yang terpenting, kita selamatkan Indonesia.

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img