Miris banget deh nasib yang menimpa pria bernama Ahmad Maulana ini. Hanya karena menganut Ahmadiyah, dia dipecat dari pekerjaannya. Dia dikeluarkan per 7 Mei 2025 ini, dari sebuah perusahaan bernama PT. Pusat Bekam Internasional. Ini bener-bener gak masuk akal banget, bayangkan dia dipecat bukan karena alasan kinerjanya. Tapi hanya karena keyakinan Ahmad yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai dan aqidah yang ada diperusahaan itu.
Salah satu dasar pemecatannya adalah Fatwa MUI tentang kesesatan Ahmadiyah yang dikeluarkan tahun 2005 lalu. Ini kembali menunjukkan, diskriminasi karena keyakinan emang merusak banget. Dampaknya, bukan saja pada kebebasan warga untuk mengaktualisasikan keyakinannya. Bahkan kali ini menghambat nafkah penghidupan seseorang. Ini tentu saja tidak boleh dibiarkan, karena tindakan ini melanggar konstitusi kita. Dalam Undang-undang Dasar 45 pasal 27 ayat 2, bahwa setiap warga negara mempunyai hak pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pemerintah dan masyarakat harus mendesak agar hak bekerja Ahmad kembali dipulihkan. Diskriminasi terhadap Ahmadiyah memang sudah sering banget terjadi. Kelompok ini di berbagai daerah sering dihambat untuk melakukan aktivitas sosial dan ibadahnya. Tidak itu saja, mereka bahkan sering mengalami pengusiran. Yang paling tragis tentu saja peristiwa penyerangan yang menimpa Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang terjadi pada 2011 lalu.
Mereka diserang oleh sekitar 1500 orang yang menamakan diri Gerakan Muslim Cikeusik. Akibatnya, banyak jemaah Ahmadiyah yang terluka. Tidak itu saja, bahkan tiga jemaah Ahmadiyah meninggal di tempat. Ironisnya lagi, mereka yang sebenarnya korban, justru ditetapkan sebagai tersangka dan dihukum dengan hukuman penjara. Di banyak daerah lainnya, Ahmadiyah sering dihambat oleh masyarakat setempat untuk sekedar beribadah atau mendirikan tempat ibadah. Ini benar-benar ironis!
Di negara yang secara konstitusi menghargai keberagaman keyakinan, diskriminasi terus saja terjadi. Padahal dalam Undang-undang Dasar 45 pasal 28 E jelas dikatakan bahwa negara menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Diskriminasi terhadap Ahmadiyah di Indonesia memiliki banyak penyebab. Yang paling sering disebut tentu saja karena Ahmadiyah menganggap pendirinya Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Pandangan ini dianggap menyimpang oleh sebagian kelompok besar umat Islam.
Ditambah dengan stigmatisasi yang dilakukan beberapa lembaga Islam, seperti MUI. Pada 2005, MUI memfatwakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Dalam konteks politik, Ahmadiyah juga sering dijadikan objek populisme saat ada kontestasi politik. Sejumlah politikus menjanjikan pengusiran atau pengucilan terhadap Ahmadiyah kalau memilih dirinya atau partai tertentu. Tapi sebab yang paling mendasar adalah rendahnya tingkat toleransi beragama masyarakat kita. Ini membuat masyarakat kita sensitif terhadap perbedaan pandangan terkait agama.
Para pendiri negara kita telah menetapkan Indonesia sebagai negara majemuk. Segala perbedaan baik itu, ras, suku, warna kulit dan lain sebagainya harus kita terima. Termasuk penafsiran terhadap agama. Ahmadiyah, walaupun berbeda dengan kita harus kita terima. Karena secara hukum, mereka punya hak hidup di Indonesia. Jangan ada lagi diskriminasi terhadap Ahmadiyah!