Mengerikan, 70 umat Kristen, menjadi korban pembantaian kelompok teroris di Kongo. Mereka dibantai secara sadis di sebuah gereja, dengan menggunakan parang dan palu. Pelakunya, kelompok teroris bernama Allied Democratic Forces (ADF). Sebuah kelompok teroris di Kongo dan Uganda yang terafiliasi dengan ISIS. Peristiwa terjadi pada 13 Februari 2025, di desa Mayba, Provinsi Kifu Utara. Sebuah wilayah yang sering menjadi sasaran kekerasan kelompok ekstrimis.
Informasi pembantaian ini diinformasikan oleh sebuah akun Tiktok @almahddi_. Sebelum dibantai militan ADF mendatangi rumah-rumah di desa Mayba, di wilayah Lubero. Mereka meminta 20 pria dan wanita Kristen untuk keluar dari rumah dan tidak membuat keributan. Ketika ke-20 orang tersebut berkumpul, anggota ADF menangkap 50 orang Kristen lainnya yang berada di desa itu. Setelah disandera selama beberapa hari, 70 orang itu kemudian eksekusi oleh kelompok teroris itu. Akibat serangan ini banyak warga melarikan diri dari desa, meninggalkan rumah dan keluarga mereka dalam ketakutan.
Ironisnya, aksi pembantaian ini luput dari perhatian aktivis HAM dunia. Tak terdengar suara kecaman dari berbagai organisasi HAM. Termasuk, media-media besar pun dunia tidak memberitakan aksi pembantaian ini. Banyak media yang memberitakan peristiwa ini sebatas akibat konflik yang ada di negara itu. Kompas misalnya memberitakan peristiwa itu dengan judul: Kongo Memanas usai Pemberontak M23 Masuki Bukavu, 70 Jenazah Ditemukan Tewas di Gereja. Banjarmasin Post: Perang di Kongo Kian Mengerikan, Pemberontakan Meluas, 70 Jenazah Ditemukan di Gereja.
Kongo memang sedang mengalami konflik bersenjata berkepanjangan. Konflik di negara itu sudah di mulai sejak tahun 1996-1997. Ini dimulai saat Rwanda menginvasi negara itu. Perang kembali terjadi pada 1998. Pasukan Kongo yang didukung oleh Angola, Namibia, dan Zimbabwe bertempur melawan Rwanda, Uganda, dan Burundi. Perang berakhir tahun 2002 dengan jumlah korban tewas dan bencana kemanusiaan yang ditimbulkan mencapai total 3 juta orang.
Rwanda, Uganda, dan Kongo sempat melakukan perjanjian perdamaian. Di tengah-tengah upaya gencatan senjata, muncul organisasi M23 (March 23), kelompok pemberontak bersenjata yang berasal dari etnis Tutsi. Selama tahun 2012 dan 2013, M23 menjadi kekuatan utama di timur Kongo. Pemerintah Kongo menuduh Rwanda berada di belakang aksi M23. Hubungan antara Rwanda dan Kongo menjadi semakin panas.
Pada 9 November 2023, kembali bentrokan senjata antara pemerintah dan kelompok M23. Senin, 13 November 2023, Al-Jazeera melaporkan kelompok bersenjata membunuh 19 penduduk desa di timur Kongo. Serangan dilakukan oleh Allied Democratic Forces (ADF), kelompok bersenjata di timur Kongo yang sudah berbaiat kepada ISIS. Lembaga amal Kristen, Open Doors, mengatakan bahwa ancaman terhadap orang Kristen telah meningkat sejak itu. Tahun lalu saja, ada 355 orang beragama Kristen tewas di Kongo.
ADF sendiri telah melakukan sejumlah manuver kejam sejak 2020 silam. Sejatinya, kelompok ini berakar di Uganda, dan mulai terbentuk pada tahun 1995 sebagai bagian dari upaya untuk melawan pemerintah negara tersebut. Kita berharap PBB segera menyelesaikan konflik yang terjadi di Kongo. Terutama melindungi warga sipil dari serangan kelompok teroris. Tidak ada kompromi bagi terorisme!