Jakarta, PIS – Apakah pejabat kampus berhak menghakimi mahasiswa yang mengaku bergender non-binary? Apakah kampus dibenarkan tidak memberi ruang bagi mahasiswa yang berbeda?
Pertanyaan-pertanyaan ini penting diajukan untuk menyikapi kasus diskriminasi dan perundungan berbasis gender di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) baru-baru ini.
Non-binary adalah sebutan bagi individu yang tidak ingin mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki, perempuan, atau transgender. Sebelumnya, viral video yang memperlihatkan mahasiswa baru (maba) yang diusir saat kegiatan pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru.
Dalam video itu terlihat maba itu diminta maju ke depan oleh salah satu dosen yang memberikan pengarahan. Maba itu awalnya diketahui menyalakan kipas angin kecil yang dibawa.
Saat berjalan ke depan, maba itu ditegur karena dianggap berjalan gemulai. Maba itu juga langsung diinterogasi ketika sudah di depan. Dua dosen mempertanyakan status jenis kelamin maba itu di KTP-nya di hadapan maba lainnya.
Menurut dosen perempuan, dalam Undang-undang hanya ada status laki-laki dan perempuan. “Harus ada pilihan. Di KTP-mu apa? Dosen laki-laki yang belakangan diketahui Wakil Dekan III Fakultas Hukum juga ikut mencecar.
“Di KTP-mu apa? Laki-laki? Di kartu mahasiswa laki-laki atau perempuan?” Maba itu menjawab bahwa jenis kelaminnya di KTP tertulis laki-laki. Tapi jika ditanyakan soal gender, dia mengaku netral.
“Tidak keduanya, di tengah-tengah. Makanya gender netral, Pak”. Mendengar ucapan maba itu, Wakil Dekan III Fakultas Hukum memanggil panitia untuk mengeluarkan maba itu dari Aula Baharuddin Lopa.
Kasus ini menunjukkan kampus ternyata bukan tempat yang aman bagi mahasiswa. Diskriminasi dan perundungan berbasis gender bisa juga terjadi di kampus. Mirisnya, yang melakukannya adalah dosen.
Padahal Kode Etik Dosen Unhas jelas tertulis dosen tidak boleh melakukan diskriminasi berdasarkan kriteria apapun. Selain itu, apa salahnya mengaku bergender non-binary Bukankah dalam budaya suku Bugis juga ada kelompok masyarakat bergender non-binary, yaitu Bissu? Bukan saja diakui, Bissu juga dihormati dalam budaya suku Bugis. Gimana pendapat kamu?