Sebagian umat Islam melarang perayaan Maulid Nabi. Maulid Nabi itu kan sebenarnya adalah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Tapi kata mereka yang menolak, Nabi Muhammad sendiri tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya ketika dia masih hidup. Jadi perayaan Maulid, dan semua perayaan hari ulang tahun lainnya, dianggap bid’ah, dan bid’ah itu terlarang dalam Islam.
Memang apa ya arti bid’ah? Bid’ah adalah perbuatan baru dalam Islam yang tidak dicontohkan Nabi Muhammad. Sebagian kalangan Islam menganggap semua bid’ah adalah buruk. Karenanya kelompok ini menganggap semua bid’ah adalah haram.
Yang dijadikan rujukan adalah beberapa hadits berikut. Pertama, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim). Kedua, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim). Beberapa penceramah di Indonesia yang berpendapat bid’ah haram antara lain Khalid Basalamah, Firanda Andirja dan sejumlah penceramah lainnya.
Di Indonesia, persoalan bid’ah ini lazim jadi sumber konflik. Ini terjadi karena adanya saling ngotot. Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama atau NU, tidak menganggap semua bid’ah buruk. Menurut KH Faiz Syukron Makmun atau Gus Faiz, ulama NU yang saat ini menjabat Ketua MUI DKI Jakarta, bid’ah tidaklah masuk dalam hukum Islam.
Bid’ah hanya bicara tentang sesuatu yang tidak dikerjakan Nabi. Tapi sesuatu yang tidak dikerjakan Nabi, belum tentu tidak boleh kita kerjakan, jelasnya. Yang harus ditolak adalah bid’ah yang buruk, katanya. Bid’ah yang baik tentu saja seharusnya diterima. Misalnya muslim Indonesia lazim merayakan maulid, melakukan tahlilan, membaca zikir di kuburan. Itu memang tidak dikenal di zaman Nabi. Tapi kalau itu dilakukan sekarang, di mana letak salahnya?
Pengharaman bid’ah ini memang terlihat sebagai sesuatu yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam di dunia. Nabi Muhammad itu hanya hidup selama sekitar 60 tahun di Arab, 1400 tahun yang lalu. Dalam 14 abad terakhir, ada begitu banyak perkembangan yang membawa kemajuan umat manusia. Kalau umat Islam hanya mengulang apa yang dilakukan 14 abad yang lalu, tentu saja umat Islam tidak bisa berkembang maju.
Contoh sederhananya adalah kitab Al Quran dan hadits. Di masa Nabi Muhammad hidup, mana ada kitab Al Quran? Di masa Nabi Muhammad hidup, mana ada kumpulan ucapan dan perbuatannya sebagai hadits? Kitab Al Quran dan hadits ada karena inisiatif sahabat Nabi sesudah dia wafat. Jadi Kitab Al Quran dan hadits bisa dibilang bid’ah.
Begitu pula, Islam yang berkembang di Nusantara dan Indonesia tentu bertemu dengan beragam budaya yang sangat kaya. Banyak upacara pernikahan umat Islam di Indonesia adalah khas masyarakat kita. Apa itu juga harus dilarang karena bid’ah? Jadi menganggap Islam seharusnya dijalankan dengan selalu meniru persis apa yang dilakukan di Arab 14 abad lalu, sangat tidak masuk di akal.
Di masa lalu, soal bid’ah ini sering menjadi pemicu konflik yang bahkan bisa berujung perang. Demi kesejahteraan persatuan, yuk hormati perbedaan yang ada!