Jakarta, PIS – Belajar membaca dan mengahapal Al Quran bukan pekerjaan mudah, Apalagi kaum tuna rungu. Tapi itulah yang dilakukan di pesantren tuna rungu Darul A’shom. Murid-murid tuna rungu di sana belajar membaca dan menghapal Al Quran dengan Bahasa isyarat. Kalau Anda ke sana, yang terdengar bukan riuhnya suara santri mengaji
Yang terlihat adalah kelincahan tangan para santri yang bergerak ke sana kemari. Pesantren ini berada di Desa Condong Catur, Sleman, Jogjakarta. Darul A’shom didirikan pada 2019, oleh ustad Abu Kahfi.
Ia prihatin melihat banyak tunarungu yang awam pengetahuan agama. Begitu pindah ke Jogja, Kahfi segera mendirikan Pesantren Tunarungu tersebut. Awalnya ia bertemu dengan dua anak tunarungu di Jakarta.
Mereka lantas diajak ke pondok pesantren di Bandung. Mereka diajak beraktivitas dengan para santri di pesantren. Di waktu tertentu Kahfi justru belajar bahasa isyarat kepada dua anak tersebut.
Karena bahasa isyarat biasa berbeda dengan bahasa isyarat Al Quran, ia pun kemudian belajar bahasa isyarat Al Quran di Madinah. Dia juga mengajarkan bahasa isyarat kepada istri, anak, adik dan beberapa kerabatnya.
Saat ini mereka terlibat menjadi pengajar di sana. Ada beberapa tahap belajar membaca Al Quran. Pertama mengenalkan huruf hijaiyah, menguraikan dan menyambung huruf. Selanjutnya belajar membaca, kemudian menghafal Al-Quran.
Setelah kemampuan bahasanya meningkat, mereka belajar ilmu keislaman, fiqih dan lainnya. Saat ini Darul A’Shom punya 115 santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan usia termuda 7 tahun dan yang tertua 28 tahun
Para santri bukan hanya belajar agama, namun juga belajar pendidikan formal. Harapannya setelah lulus, mereka bisa memperoleh ijazah hingga paket C. MURID TUNA RUNGU PUNYA HAK SAMA