Negara yang penduduknya sangat religius malah tingkat korupsinya paling banyak. Sebaliknya, negara yang sangat sekuler tingkat korupsinya rendah. Beneran? Ya itulah yang disampein akun Tiktok @agnostik94. Akun itu bikin perbandingan negara yang tingkat religiusitasnya tinggi versus rendah. Hasilnya, negara yang religius justru banyak korupsi, konflik, dan kejahatan dibanding negara sekuler yang justru lebih jujur dan damai. Video ini seperti ngebantah pandangan yang banyak dipercaya di Indonesia bahwa tanpa agama, moralitas manusia bakal hancur. Data yang ditampilkan ini nunjukin nggak ada hubungan antara agama dan moralitas. ”Eh temen-temen, denger ya. Ada negara yang super religius, tapi penuh dengan drama konflik, kriminalitas, dan korupsi”, papar isi konten itu. ”Liat aja Timur Tengah yang kayaknya nggak pernah berhenti dari perang, atau Amerika Latin yang punya tingkat kejahatan tinggi, atau negara-negara di Asia yang masih kejebak dalam korupsi sistemik”, lanjutnya.
Akun ini juga bilang negara-negara jujur kayak di Skandinavia malah dikenal tingkat religiusitasnya rendah tapi punya sistem sosial yang adil. Sementara angka kejahatan di sana rendah dan kualitas hidupnya tinggi. Data soal kebangkrutan moralitas ini terlihat baik di negara Islam maupun Kristen. Negara-negara di Timur Tengah dikenal sebagai wilayah dengan pengaruh Islam yang kuat. Namun, banyak negara di sana mengalami perang berkepanjangan. Dari konflik di Suriah, Irak, hingga Yaman. Di sana juga ada kelompok ekstremis seperti ISIS, Taliban, dan Al-Qaeda yang muncul dengan pembenaran agama untuk kekerasan. Sistem hukum berbasis agama (syariah) di beberapa negara justru digunakan sebagai alat untuk menindas, terutama terhadap perempuan dan anak. Di negara-negara itu, agama sering dipake sebagai alat justifikasi kekerasan dan ketidakadilan.
Di sisi lain, Brasil, Meksiko, Kolombia, dan Venezuela punya populasi mayoritas Katolik yang taat. Tapi tingkat kejahatan mereka termasuk yang tertinggi di dunia. Kartel narkoba, korupsi politik, dan pembunuhan terjadi hampir setiap hari. Banyak catatan menunjukkan, gereja di beberapa kasus justru melindungi para pelaku kejahatan. Misalnya skandal pelecehan seksual oleh pemuka agama Katolik yang ditutup-tutupi selama bertahun-tahun. Bahkan ada beberapa tragedi kekerasan atas nama agama. Misalnya saja: Perang Salib, Inkuisisi Spanyol, kolonialisme berbasis misi agama, dan terorisme modern. Jadi agama sama sekali nggak bisa diandalkan untuk menciptakan masyarakat yang adil, bersih, dan beradab.
Sebaliknya di Skandinavia dan Eropa, terdapat sistem kesejahteraan sosial terbaik, tingkat kebahagiaan tinggi, dan minim konflik agama. Ditambah lagi negara sekuler lebih stabil karena hukum mereka berbasis rasionalitas dan hak asasi manusia. Cuma, bukan berarti negara sekuler nggak ada masalah. Di beberapa negara Eropa, tingkat bunuh diri lebih tinggi dibanding negara religius. Individualisme yang berlebihan bisa menciptakan kehampaan eksistensial bagi sebagian orang. Jadi mending mana: dengan agama atau tanpa agama? Kayaknya sih, sumber masalahnya bukan di agama. Sumber masalah justru datang dari elite politik dan kelompok tertentu yang menyalahgunakan kepercayaan apapun demi kepentingan mereka.
Kalau agama bisa mereka salahgunakan, ya itu akan mereka lakukan. Tapi kalau kapitalisme yang bisa mereka salahgunakan, ya itu akan juga mereka lakukan. Orang-orang ateis korup, sama banyaknya dengan orang religius korup. Bukan agama yang merusak manusia dan bukan sekularisme yang menyelamatkan manusia. Tapi manusia sendiri yang menentukan apakah nilai-nilai itu akan membawa kehancuran atau kemajuan. Mau sekuler atau religius, kalau haus kuasa, kebenaran tetap bisa ditunggangi!