Jemaat Ahmadiyah Kuningan, Jawa Barat kembali menjadi sasaran aksi intoleransi. Mirisnya, yang melakukannya pemerintah daerah yang seharusnya melindungi mereka. Jadi, pada Desember 2024 ini, Jemaat Ahmadiyah akan mengadakan Jalsah Salanah atau Temu Nasional di Manislor, Kuningan Jawa Barat. Ternyata kegiatan tersebut ditolak oleh sejumlah ormas intoleran yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan. Namanya sih forum kemanusiaan, tapi sebenarnya yang tergabung dalam forum itu adalah ormas-ormas yang selama ini memang sering bertindak diskriminatif.
Mereka adalah Front Persaudaraan Islam (FPI), Persada 212, Ormas Pagar Aqidah dan beberapa kelompok kecil yang terafiliasi dengan mereka. Mirisnya Forum koordinasi pimpinan daerah (Forkompinda) Kuningan mengakomodir penolakan kelompok intoleran tersebut. Mereka berdalih, pelarangan itu dilakukan untuk menjaga kondusifitas dan ketentraman masyarakat. Sejumlah organisasi sipil mengecam tindakan itu. Maarif Institute menganggap pelarangan itu sebagai sebuah pelanggaran konstitusi serius yang dilakukan pemerintah daerah.
“Undang-undang Dasar 45, tegas menyebut kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak yang dilindungi konstitusi”.
“Dengan pelarangan itu, Pemerintah Kuningan sebagai institusi formal negara jelas telah melanggar landasan konstitusi,” ujar Andar Nubowo, Direktur Eksekutif Maarif Institute. Tak hanya melanggar hak kebebasan beragama, menurut Andar tindakan Pemda Kuningan juga telah melanggar hak berkumpul dan berserikat seperti dijamin UUD 45. Kecaman juga datang Setara Institute.
Menurut Setara, pelarangan tersebut sebagai bentuk ketundukkan pemerintah daerah kepada tekanan kelompok intoleran. Pemda semestinya tunduk kepada konstitusi, bukan malah mengakomodir mereka yang justru melanggar konstitusi. Sikap Pemerintah semacam ini merupakan penyebab utama sering terjadinya pelanggaran hak beragama Jemaat Ahmadiyah.
“Seharusnya Pemerintah tunduk, setia dan hanya berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 45,” ujar Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute.
“Mereka telah mengucapkan janji itu saat dalam sumpah suci kenegaraan saat pelantikan,” lanjut Halili.
Menurut Setara, Jemaat Ahmadiyah adalah salah satu kelompok agama yang paling sering mendapat diskriminasi. Dalam catatan Setara, sejak 2007, sudah 48 kali Jemaat Ahmadiyah diskriminasi di Jawa Barat. Menurut Setara, saatnya pemerintah menghentikan tindakan-tindakan diskriminatif terhadap jemaat Ahmadiyah. Karena itu Setara mendesak agar pemerintah pusat melalui Kemendagri dan Kementerian Agama untuk mengoreksi sikap Pemda Kuningan. Setara juga meminta agar kepolisian menjamin keamanan penyelenggaraan Jalsah Salanah. Kecaman juga datang dari Konsorsium INKLUSI. Inklusi menganggap dalih Pemda Kuningan demi menjaga kerukunan dan ketertiban hanyalah alibi yang melanggengkan tindakan diskriminatif terhadap minoritas.
Negara dan alat negara yang seharusnya jadi tameng untuk menegakkan konstitusi, untuk menjamin kebebasan beragama yang inklusif justru dipakai untuk tindakan diskriminatif.
“Pemerintah Pusat harus menegur Pemda Kuningan yang telah nyata-nyata melawan hukum dan konstitusi,” tulisnya dalam siaran persnya. Btw, Konsorsium Inklusi adalah kumpulan organisasi masyarakat yang selama ini punya perhatian pada hak-hak kebebasan beragama. Beberapa organisasi yang tergabung di dalamnya antara lain International NGO Forum Indonesia Development. Tergabung juga Yayasan Inklusif, Perkumpulan Media Link, UNIKA Soegijapranata, Pengurus Wilayah Fatayat NU Jawa Barat dan Pengurus Wilayah Fatayat NU Jawa Timur.
Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) punya sikap yang sama dengan organisasi-organisasi di atas. Buat kami, Jemaat Ahmadiyah punya hak yang sama dengan kelompok agama lainnya untuk hidup bebas di Indonesia. Kita harus menghormati keyakinan mereka, sekaligus kita juga harus ikut melindungi mereka.
Jangan biarkan sikap intoleran sebagian masyarakat kita diamkan, kita biarkan. Kita harus lawan mereka!
Tegakkan konstitusi, lindungi Ahmadiyah!