Jakarta, PIS – Dunia menghadapi wabah penyakit baru, Namanya cacar monyet atau monkeypox. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi telah menemukan lebih dari 100 kasus. Penyakit tersebut kini telah menyebar di beberapa negara Erofa, Amerika, Australia dan Kanada. Cacar monyet adalah penyakit langka yang diakibatkan oleh virus monkeypox. Sebenarnya penyakit ini ditemukan pertama kali tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. Menginfeksi seorang anak laki-laki berusia 9 tahun. Tapi akhir-akhir ini dia seperti mewabah lagi di beberapa negara Eropa, Amerika dan Australia. Bahkan belakangan kemunculan penyakit ini dikaitkan dengan gay dan biseksual.
Sebabnya, banyaknya kaum gay dan biseksual yang tertular penyakit tersebut. Badan Keamanan Kesehatan Inggris sudah memperingatkan pria gay dan biseksual untuk waspada terhadap penyakit tersebut. Pemerintah Spanyol juga dikabarkan menutup satu sauna yang populer di antara pria homoseksual. Tapi banyak ahli tak percaya ada hubungan antara cacar monyet dan orientasi seks. Pakar virus Dr Kabisen Titanji salah satunya . “Cacar monyet bukan penyakit gay,” tulisnya. Peneliti Griffith University Australia, Dicky Budiman juga menyatakan hal yang sama. Dia menjelaskan penularan cacar monyet ini terjadi lewat kontak erat. Menurut Dicky salah satu kelompok yang termasuk kontak erat adalah mereka yang memiliki hubungan seksual sejenis.
“Bukan karena gay atau biseksualnya, tapi karena kontak eratnya,” tegas Dicky. Sejauh ini, cacar monyet belum dianggap sebagai penyakit mematikan. Umumnya penyakit ini akan mengakibatkan demam, menggigil, atau ruam kulit di wajah dan kelamin. Umumnya mereka yang terkena akan sembuh dalam bilangan minggu tanpa perlu dirawat di rumah sakit. Organisasi kesehatan dunia WHO mengajak untuk mengindari stigma pada kelompok tertentu. Menurut WHO menstigmatisasi sekelompok orang karena suatu penyakit tidak pernah dapat diterima. “Orang-orang akan enggan untuk mencari perawatan.” “Ini juga akan mengakibatkan penyebaran menjadi tidak terdeteksi,” tegas WHO. Waspada terhadap penyakitnya, stop stigmatisasi!