Jakarta, PIS – Ada temuan terbaru dari kasus perusakan bangunan milik penganut agama lokal di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Terungkap, aksi intoleransi itu dipicu oleh hasutan beberapa pemuka agama lain.
Lebih jauh, pemuka agama itu bahkan terlibat langsung dalam perusakan. Hal ini diketahui dari siaran pers yang dirilis Setara Institute pada 24 Juni lalu. Sebelumnya, rumah tinggal dan tempat berkumpul (Wale Paliusan) kelompok Lalang Rondor Malesung (Laroma) dihancurkan beberapa warga.
Aksi brutal pada 21 Juni lalu itu terjadi di Desa Tondei Dua, Kecamatan Motoling Barat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Laroma adalah salah satu kelompok penganut agama Malesung. Malesung adalah agama lokal yang dipercaya masyarakat suku Minahasa awal, sebelum datangnya agama Kristen.
Perusakan itu terjadi ketika keluarga penghuni Wale Paliusan sedang melakukan jamuan makan bersama tiga orang tamu. Tiba-tiba seorang warga berinisial FL datang dan langsung menyatakan niatnya untuk membongkar bangunan itu.
Dia lalu menghancurkan dinding rumah bagian belakang, samping, depan, hingga seluruh bagian rumah. Tindakan jauh dari nilai agama itu membuat GL (9 tahun) yang berada di lokasi kejadian, ketakutan melihat puing-puing dinding rumah berhamburan di atas meja makan.
Belum puas, esoknya perusakan kembali dilakukan dengan merobohkan pohon kelapa yang menyebabkan Wale Paliusan rata dengan tanah. Dari penelusuran Setara, pemuka agama lain itu kerap menstigma kelompok Laroma.
Mereka menuding Laroma sebagai kelompok sesat, menyembah batu, dan pengikut gereja setan. Stigma ini kemudian menimbulkan kebencian, diskriminasi, dan intoleransi terhadap Laroma.
Karena itu, Setara mengecam tindakan pemuka agama lain tersebut dan mendorong penegakkan hukum yang tegas kepada yang bersangkutan agar memberi efek jera. Dampak dari perusakan itu, kini kelompok Laroma khawatir melakukan kegiatan ritual budaya sekali dalam sebulan saat bulan purnama.
Mereka mempertimbangkan akan melakukannya jauh dari perkampungan masyarakat. Pemuka agama adalah wakil Tuhan di muka bumi. Pemuka agama seharusnya menyebarkan pesan-pesan cinta kasih dan perdamaian yang disampaikan Tuhan di dalam kitab suci.
Sebaliknya, pemuka agama yang mengajarkan permusuhan dan memecahbelah masyarakat, tidak layak sama sekali menjadi wakil Tuhan. Jangan beri tempat bagi pemuka agama yang mengajarkan permusuhan dan memecahbelah.