Stop Aksi Sweeping Terhadap Warung dan Orang yang Tidak Berpuasa!

Published:

Aksi sweeping yang dilakukan sejumlah orang terhadap orang yang tidak berpuasa di Garut, kini berbuntut panjang. Kabarnya, polisi akan turun tangan menangani kasus tersebut. Bahkan, katanya saat ini mereka sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang yang terlibat di kasus itu. Mulai dari beberapa orang dari ormas, maupun satpol PP. “Kasusnya sedang kami proses,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Garut, Ajun “Komisaris Joko Prihatin, Ahad, 9 Maret 2025.

Sebelumnya, beredar video sekelompok umat Islam melakukan sweeping terhadap orang-orang yang tidak berpuasa. Mereka mendatangi warung yang buka pada siang hari. Massa menginterogasi pengunjung yang kedapatan tengah santai ngopi dan merokok di warung. “Punya siapa ini, itu kopi punya siapa? Muslim bukan, kenapa enggak puasa?,” tanya seorang massa kepada pembeli. Peserta aksi itu, kemudian menyiramkan kopi ke meja yang sedang ditempati pembeli tadi.

Di sudut lain, pria berambut panjang menggebrak meja pembeli sambil mencak-mencak. “Kalian tidak menghargai,” ucap pria itu sambil membanting asbak. Sempat terjadi ketegangan antara massa dengan seorang pembeli setelah salah seorang massa yang lain melempar gelas. Tidak jelas apa yang terjadi, tapi di akhir video sang pembeli memperlihatkan gestur memegang wajah seperti kesakitan.

Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina, marah dengan aksi sweeping itu. Ia menilai tindakan sweeping tersebut sebagai aksi anarkis yang dapat merusak citra Kabupaten Garut. “Ini tugas kami, adanya kekerasan ujungnya membuat citra Kabupaten Garut menjadi buruk,” ujar Putri. Ia menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri bukanlah solusi dan bahkan dapat menimbulkan ketakutan di masyarakat. Putri Karlina bahkan tampak emosional hingga menangis saat menjelaskan dampak negatif aksi sweeping tersebut terhadap warga.

Aksi sweeping itu juga disesalkan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad. Menurutnya, menasehati tak perlu dengan cara kekerasan. “Aksi itu perlu disesalkan, karena memberi nasihat tidak perlu dengan kekerasan,” ujarnya.

Di beberapa daerah, selama bulan Ramadhan memang dibuat aturan larangan membuka warung. Termasuk di Garut sendiri. Aturan itu sering kali merupakan kesepakatan antara MUI, sejumlah ormas Islam dan pemerintah daerah. Aturan semacam ini tuh mengada-ngada banget. Karena prinsipnya, yang harus menahan diri itu kan memang orang yang sedang berpuasa. Yang akan mendapatkan pahala berpuasa juga yang berpuasa.

Kenapa orang lain yang bertanggung jawab, dengan tidak membuka warung? Atau tidak memperlihatkan diri saat makan? Penutupan warung juga berdampak ekonomi bagi pemiliknya. Karena larangan semacam itu juga tidak dibarengi kompensasi buat para pemilik warung. Padahal bisa aja, warung itu sebenarnya menjadi sumber penghidupan bagi dirinya dan keluarganya.

Ironisnya, yang sering menjadi sasaran sweeping adalah warung-warung yang dimiliki orang-orang kecil. Peraturan semacam itu juga sering mendorong orang-orang dari kelompok pemahaman agama tertentu berbuat seenaknya. Dengan mengatasnamakan penegakan aturan, mereka seakan sah melakukan aksi kekerasan.

Polisi harus bertindak tegas terhadap pelaku anarkisme semacam ini. Hukum atau penjarakan mereka. Di lain pihak, pemerintah pusat juga harus tegas melarang, Pemda menerbitkan aturan larangan menutup warung selama Ramadhan. Karena, membuka usaha warung adalah hak asasi setiap warga negara, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yukkk beragama dengan akal sehat!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img