Jakarta, PIS – Kawan PIS, yuk ikut kampanyein penghentian praktik sunat perempuan. Praktik ini sangat berbahaya. Bisa nyebabin pendarahan, infeksi luka, dan ngerusak organ reproduksi perempuan. Nggak cuma itu,.
Sunat perempuan juga berujung trauma, beban psikologis, sampai kematian. Mungkin, Kawan PIS masih asing sama istilah sunat perempuan. Jadi, sunat perempuan itu mutilasi alat kelamin perempuan.
Kata World Health Organization (WHO), ada 4 tipe praktik sunat perempuan. Satu, pemotongan klitoris perempuan. Dua, pemotongan klitoris dan bagian dalam bibir kemaluan perempuan.
Tiga, pemotongan klitoris, bibir luar, dan bibir dalam kemaluan serta penjahitan hasil potongan itu. Empat, pemotongan secara simbolis klitoris maupun bagian lain kemaluan perempuan.
Masalahnya, sunat perempuan sudah jadi tradisi di hampir semua bangsa. Mulai dari Afrika, Asia, Eropa, termasuk Indonesia. Praktik ini juga awalnya dianjurin di banyak agama, seperti Islam, Yahudi dan Kristen.
Sampai sekarang sunat perempuan masih mudah kita jumpain. Itu karena sunat perempuan terus dilanggengin dengan dalil agama dan dalih tradisi. Bahkan, berkembang pandangan negatif di masyarakat soal sunat perempuan.
Perempuan yang nggak disunat, akan jadi perempuan yang binal atau nakal. Dan mirisnya, hampir semua praktik sunat perempuan dilakuin secara sepihak. Alias, tanpa adanya persetujuan dari anak perempuan.
Nah, belakangan praktik ini dilarang karena dianggap berbahaya bagi kesehatan perempuan. Muktamar Ulama Dunia yang berlangsung di Mesir tahun 2006 sepakat pada satu sikap.
Pentingnya tinggalin praktik sunat perempuan karena membahayakan. Sikap yang sama juga ditunjukin Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) beberapa waktu lalu. Dalam pandangan KUPI, sunat perempuan tanpa alasan medis itu berbahaya dan karena itu haram. STOP SUNAT PEREMPUAN!