Pak Jokowi lagi diserang soal Raja Ampat. Dia dituduh sebagai orang yang paling bertanggung jawab ngasih izin tambang di kawasan wisata itu. Dalam seminggu terakhir, media sosial ramai banget bahas isu ini. Tagar #SaveRajaAmpat jadi trending. Sebelum ikut-ikutan menyerang Pak Jokowi, yuk lihat dulu sejarah penambangan di Raja Ampat.
Masalah tambang di kawasan konservasi itu bukan baru sekarang. Akar masalahnya udah ada sejak zaman Orde Baru. Salah satu perusahaan yang sering disebut melakukan penambangan di Raja Ampat adalah PT Gag Nikel, anak perusahaan BUMN PT Antam. PT Gag Nikel punya izin eksplorasi di Pulau Gag sejak tahun 1972. Tapi karena statusnya hutan lindung, aktivitas penambangannya sempat tertahan.
Di masa Presiden Gus Dur (1999–2001), nggak ada kebijakan besar soal tambang di Papua. Gus Dur justru dikenal perhatian banget sama Papua. Dia, misalnya, mendorong Otonomi Khusus buat Papua. Perubahan besar mulai terjadi pada era Presiden Megawati (2001–2004). Bu Mega ngeluarin Keputusan Presiden (Keppres) nomor 41 pada tahun 2004. Isinya, ngasih izin 13 perusahaan tambang beroperasi di kawasan hutan lindung, termasuk di Papua dan Kalimantan. Alasannya karena banyak investasi yang udah terlanjur masuk sebelum ada larangan dari UU Kehutanan. PT Gag Nikel termasuk yang dapat lampu hijau lanjut beroperasi. Jadi, kalau ngomongin soal legalisasi tambang di hutan lindung, justru dimulai dari era Bu Mega.
Masuk ke era Presiden SBY (2004–2014), arah kebijakannya lebih ke konservasi. Tahun 2011, Pak SBY bikin moratorium alias penghentian sementara izin baru tambang di hutan primer dan lahan gambut. Ini termaktub dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 10 tahun 2011. Setelah melalui proses yang panjang sejak tahun 1972, tahap operasi produksi PT Gag Nikel diberikan pada tahun 2017. Izin produksi PT Gag Nikel diberikan sampai tahun 2047.
Izin penambangan PT Gag Nikel memang diberikan pada masa Pak Jokowi jadi presiden. Tapi Pak Jokowi memberi izin penambangan dari proses panjang sebelumnya. Karena ramai dibahas publik, pemerintah pun angkat bicara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, bilang ada 5 perusahaan yang mendapat izin penambangan di Raja Ampat. Selain PT Gag Nikel, ada PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Izin PT Gag Nikel diberikan pemerintah pusat, sementara 4 izin perusahaan lain diberikan pemerintah daerah. Izin tambang 4 perusahaan sudah dicabut tanggal 10 Juni lalu. Sementara PT Gag tetap diizinkan beroperasi, tapi seluruh aktivitas pertambangannya diawasi dengan ketat. Ini, katanya, sesuai arahan Presiden Prabowo dalam rapat terbatas buat menjaga kelestarian kawasan wisata itu.
Tapi beberapa kelompok masyarakat seperti Aliansi Jaga Alam Raja Ampat dan Greenpeace Indonesia bilang pencabutan itu belum cukup. Mereka soroti masih adanya tambang di pulau-pulau lain sekitar Raja Ampat. Bahkan Greenpeace temuin ada pembukaan lahan tambang yang bikin hutan di Pulau Manuran rusak.
Nah, kembali lagi ke soal kaitan isu penambangan di Raja Ampat dengan Pak Jokowi. Kalau ada yang bilang Pak Jokowi yang mulai penambangan di Raja Ampat, ya itu jelas salah alias ngadi-ngadi. Legalitas penambangan di sana itu warisan dari era sebelumnya, bahkan sejak zaman Orde Baru. Pak Jokowi mungkin tetap punya tanggung jawab soal pengawasan tambang. Tapi kalau dibilang dia yang bikin semua ini rusak, itu jelas tuduhan ngawur dan bohong. Ini masalah lama, warisan dari presiden ke presiden. Bukan cuma tanggung jawab satu orang. Yuk, bareng-bareng selamatkan Raja Ampat!