Study Tour sekolah sebaiknya dihapus aja dulu. Apalagi yang biayanya mahal, tujuannya di luar kota, dan tanpa manfaat edukatif. Isu ini memanas lagi setelah Gubernur Jawa Barat yang baru, Kang Dedi Mulyadi melarang keras sekolah untuk melaksanakan study tour. Larangan ini sebenarnya udah ada sejak era Pj. Gubernur Jabar sebelumnya, Bey Machmudin, tapi dipertegas lagi sama Kang Mul. Kang Mul jelasin, larangan ini dibuat untuk melindungi keselamatan murid. Ditambah lagi, banyak dugaan markup harga yang bikin orang tua murid keluar duit lebih dari yang seharusnya.
Ini terbukti dari pengakuan salah satu pengusaha travel di Cianjur, yang gak mau ungkapin identitasnya. Kalau dihitung-hitung, biaya riil perjalanan dari Cianjur ke Jogja sebenernya cuma merogoh kocek sebesar Rp1,35 juta sampai Rp1,65 juta per orang. Itu udah bisa dapet hotel bintang 3 atau 4, makan 3 kali sehari, plus tiket wisata. Tapi nyatanya, sekolah justru sering menetapkan harga sampai Rp2,5 juta. Ke lain tempat, misalnya Bali, biaya riilnya cuma sekitar Rp2,4 juta, udah termasuk bus, hotel berbintang, makan, dan tiket wisata. Tapi umumnya, sekolah malah pasang tarif sampai Rp3,5 juta per siswa!
Dengan jumlah peserta study tour ratusan orang, selisih kelebihannya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Dan yang bikin geram, duit ini diduga nggak semuanya dipakai buat fasilitas siswa, tapi masuk ke kantong pihak tertentu. Pihak yang paling memperoleh banyak keuntungan ya kepala sekolah dan para gurulah. Jadi wajarlah kalau akhirnya banyak orang yang menduga study tour ini lebih mirip bisnis ketimbang kegiatan edukatif. Apalagi orang tua juga nggak dapet rincian biaya yang jelas, cuma dikasih total harga yang harus dibayar. Dan orang tua juga dibikin kejepit, nggak punya pilihan. Banyak sekolah yang mewajibkan biaya study tour itu walau siswa bersangkutan sebenarnya gak mau ikut. Jadi ya mau gak mau ikut daripada rugi, tapi mereka jadinya ikut karena tekanan sosial atau aturan sekolah.
Belum lagi soal keamanan. Udah sering kan denger berita bus rombongan study tour kecelakaan? Yang terbaru, ada insiden di Subang yang menewaskan beberapa siswa. Setelah kejadian ini, makin banyak daerah yang mengevaluasi dan memperketat aturan soal study tour. Gara-gara masalah ini, berbagai pihak pun mulai bersuara. Pemerintah daerah, misalnya, makin tegas soal regulasi. Selain Kang Dedi di Jabar, daerah lain seperti Banten juga mulai melarang study tour antar provinsi dan prioritasin di dalam provinsi aja. Kontroversi ini juga ditanggapi pengamat pendidikan, Ubaid Matraji, yang minta aturan lebih ketat soal transparansi biaya dan manfaat edukatifnya.
Sekolah memang jangan maksain study tour deh. Banyak kok alternatif pengganti study tour. Misalnya, sekolah bisa bikin acara perpisahan yang lebih sederhana dan bermanfaat. Kayak eksplorasi budaya lokal, proyek sosial, atau kunjungan ke tempat-tempat edukatif di dalam kota. Ini nggak cuma lebih murah, tapi juga tetap bisa jadi pengalaman seru buat siswa. Intinya, keputusan buat menghapus study tour ini bukan sekadar soal larangan jalan-jalan. Tapi soal keamanan dan keadilan buat orang tua yang udah kerja keras biayain anak-anak mereka. Jangan sampai uang yang mereka keluarkan ternyata cuma buat memperkaya pihak-pihak tertentu. Dan kalau emang tujuan study tour itu buat belajar, masih banyak cara lain yang lebih aman, murah, dan bener-bener edukatif! Wahai para guru, mengajar itu untuk bikin pintar bukan buat cari untung besar!