Jakarta, PIS – UU Provinsi Sumatra Barat yang baru saja disahkan DPR menjadi sorotan. Dalam UU tersebut termuat adanya penerapan syariah Islam. Ini tertuang dalam Pasal 5C. “Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku”.
Dengan kata lain, adat atau budaya di Sumbar tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam. Menurut Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, nilai falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (ABS-SBK) merupakan kekhasan Sumbar.
Dengan pengesahan ini, selain resmi masuk hukum positif Indonesia. ABS-SBK memiliki kekuatan hukum karena dijamin oleh Undang-undang. Meskipun dikatakan, penerapan ABS-SBK tetap berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan NKRI.
Ada kekhawatiran UU ini memicu keluarnya Perda Syariah seperti di Aceh. Sumbar selama ini dikenal sebagai provinsi yang intoleran dengan indeks demokrasi yang rendah. Menurut SETARA Institute, 3 kota di Sumbar masuk 10 kota intoleran di Indonesia.
Tiga daerah tersebut adalah Padang Panjang, Padang dan Pariaman. Belum lagi adanya polemik wajib jilbab bagi siswi non-muslim di Padang. Dengan UU ini, aturan yang selama ini masih diperdebatkan, otomatis bisa diberlakukan.
Bisa jadi, yang terjadi selanjutnya di Sumbar adalah perubahan Perda Umum menjadi Perda Syariah. Sejak Indonesia merdeka, penerapan Syariah (hukum) Islam telah ditolak para pendiri bangsa ini. Mereka menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
Indonesia adalah negara yang majemuk dengan banyak keragaman. Seharusnya hukum berlaku secara sama di seluruh Indonesia. Semoga penerapan syariah Islam di Sumbar ini tidak memicu konflik baru. TOLAK FORMALISASI SYARIAH!