Hukum mengucapkan ‘Selamat Natal’ dalam Islam itu nggak melulu haram ya. Itu sangat tergantung kita bertanya sama ustadz siapa. Kalo ditanya ke Ustadz Adi Hidayat, ya jelas dia pasti berpendapat ‘haram!’ Tapi kalo kita bertanya ke Habib Husein Ja’far Al Haddar dia berpendapat sebaliknya. Mari kita mulai pendapat dari Ustadz Adi dulu.
Dalam video yang viral di Tiktok, Ustadz Adi minta maaf nggak bisa ucapin ‘Selamat Natal’. Dia bilang ini sudah dilakukannya sejak lama karena Natal itu perayaan yang mengandung unsur ibadah. Ada kebaktian, penyembahan, dan konsepsi ketuhanan yang berbeda dengan Islam di dalam Natal. Jadi, ucapan ‘Selamat Natal’ dianggap pengakuan terhadap ibadah mereka. Ini bertentangan dengan prinsip tauhid “La ilaha illallah” yang artinya nggak ada tuhan selain Allah.
Bagi Ustadz Adi, toleransi bukan berarti ikut campur dalam aspek ibadah agama lain. Tapi dia mengaku tetap berkomitmen berbagi kebaikan dalam konteks kemanusiaan, berbangsa, dan bernegara. Contoh toleransi menurut Ustadz Adi ialah dengan membiarkan umat Kristiani beribadah sesuai keyakinannya tanpa campur tangan. Tapi, Ustadz Adi punya pengecualian untuk pejabat publik. Pejabat, katanya, boleh ucapin Selamat Natal, asal atas nama jabatan, bukan pribadi. Ini mengacu sama prinsip muamalah sosial, seperti dalam Q.S. Al-Mumtahanah: 8. Ayat itu menganjurkan umat Islam untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi mereka. Pengecualian juga berlaku bagi mualaf yang keluarganya beragama Kristen. Dalam situasi seperti ini, toleransi bisa diwujudkan dengan menjaga hubungan baik tanpa mencampuri urusan ibadah. Kalau mau kasih hadiah kepada keluarganya, misalnya, bisa dikasih setelah Hari Natal.
Sebaliknya, Habib Ja’far berpendapat mengucapkan ‘Selamat Natal’ dibolehkan. Dia mengutip Q.S. Maryam: 33 yang berisi ucapan keselamatan atas kelahiran Nabi Isa. Menurutnya, ucapan ‘Selamat Natal’ bisa jadi penghormatan untuk Nabi Isa yang juga dihormati dalam Islam. Habib Ja’far juga mengingatkan hadits tentang Rasulullah yang menghormati tradisi agama lain tanpa melanggar akidah. Jadi, ucapan Natal bisa dianggap bentuk penghormatan, bukan pengakuan teologis. Habib Ja’far menganggap ucapan ‘Selamat Natal’ sebagai bentuk toleransi dalam konteks sosial. Habib Ja’far juga menekankan bahwa praktik ini dapat mempererat hubungan antarumat beragama di Indonesia. Jadi, jangan pernah lagi menganggap bahwa satu-satunya hukum mengucapkan ‘Selamat Natal’ itu haramnya. Di internal umat Islam sendiri ada polemik cara pandang dalam soal ini.
Perlu diingat, dalam Al-Qur’an atau hadits sendiri sama sekali nggak ada larangan tegas terkait ucapan ‘Selamat Natal’. MUI juga nggak pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan ucapan ‘Selamat Natal’. Yang dilarang MUI adalah ikut serta dalam ibadah Natal.
Islam adalah agama sangat menekankan pentingnya toleransi. Dan salah satu bentuk toleransi ya ikut berbahagia dan mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada kerabat, tetangga, dan rekan kerja kita yang beragama Kristen. Menutup pintu toleransi dengan dalih teologis sempit justru bisa merusak harmoni sosial.
Ucapan Natal itu simbol penghormatan, bukan pengakuan akidah. Yuk, rawat terus toleransi di atas keberagaman!