Jakarta, PIS – UU Perkawinan di Indonesia tidak pernah melarang pernikahan beda agama. Hal itu disampaikan Ade Armando, Ketua PIS, di Sidang Mahkamah Konstitusi 28 Juli Selama ini banyak pasangan beda agama di Indonesia gagal menikah
Saking kerasnya tekad, kadang pernikahan dilakukan di luar negeri. Atau ada pula yang terpaksa pindah agama. Yang sering dijadikan rujukan untuk melarang pernikahan beda agama adalah Pasal 2 (1) UU Perkawinan
Bunyi pasalnya: “Perkawinan adalah sah, bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Menurut Ade, itu berarti UU tidak melarang pernikahan beda agama.
UU cuma mengatakan, perkawinan harus mengikuti hukum agama. Masalahnya, tafsir hukum agama tidak tunggal. Misalnya Islam. Ada tafsir yang bilang, pernikahan beda agama haram sepenuhnya.
Ada pula yang bilang, yang tidak boleh adalah kalau perempuannya Islam prianya non-muslim. Sementara kalau prianya Islam perempuannya non-Islam, boleh. Tapi ada juga ulama besar yang bilang pernikahan beda agama halal.
Yang bilang boleh itu misalnya Rasyid Rida dan Muhammad Abduh. Keduanya ulama besar Mesir. MUI DKI pada 1986 juga pernah mengeluarkan fatwa yang membolehkan nikah beda agama. Walaupun belakangan, pada tahun 2000, fatwa ini dibatalkan.
Ade memohon agar MK dapat mempertegas ketetapan tentang pernikahan beda agama dalam UU Perkawinan. Selama teks dalam UU Perkawinan masih dapat ditafsirkan secara beragam, ini akan terus menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian. Bagaimana pendapat Anda?