Percaya atau tidak, sebenarnya kewajiban shalat lima waktu bagi umat Islam itu tidak ada dalam Al Quran. Pernyataan ini sekarang kembali menyebar viral melalui video yang menampilkan ceramah Buya Syakur. Dia ini professor kajian Islam yang meninggal tahun lalu. Dalam videonya, dia bilang, kalau merujuk pada Al Quran, shalat Nabi Muhammad itu tiga kali. Ini tentu menarik buat umat Islam. Selama ini kan ada keyakinan bahwa sholat itu lima waktu. Ternyata sholat lima waktu itu adanya di hadits, bukan di Al Quran. Hadits-hadits itupun bisa diinterpretasikan dengan lebih dari satu cara.
Apalagi kalau umat Islam membuka Al Quran. Soal shalat itu ada di beberapa ayat. Salah satunya adalah di Surat Al Isra’ ayat 78. Terjemahan ayatnya begini: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shalat subuh.” Coba dibaca ulang sekali lagi. Hitung berapa kali sholat yang disebut? Jumlahnya sebenarnya tidak jelas. Kalau yang mau digunakan untuk rujukan adalah kata ‘sesudah matahari tergelincir’, kemudian ‘gelap malam’, dan ‘shalat subuh’ kita hanya menemukan 3 kali sholat.
Itu yang pertama. Yang kedua adalah surat Hud (surat 11) ayat 114. Terjemahan ayatnya begini: “Dan laksanakanlah salat pada kedua ujung siang dan pada bagian permulaan malam”. Di sini lagi-lagi jumlahnya cuma tiga. Kata Subuh bahkan sudah hilang. Jadi sebenarnya berapa kali jumlah sholat yang harus dilakukan? Seperti tadi dikatakan, sebenarnya tidak terlalu jelas, tidak definitive. Karena itulah banyak umat Islam melakukan dengan jumlah berbeda. Umat Islam Syiah misalnya lazim sholat hanya tiga waktu. Sholatnya bisa saja lima kali, tapi hanya di tiga waktu, tidak di lima waktu.
Buya Syakur sendiri tidak sedang mengajak umat Islam meragukan agamanya. Yang ingin dia katakan, tidak ada ajaran tunggal dalam soal shalat. Cara sholatnya bisa berbeda-beda antara satu kelompok muslim dengan kelompok muslim lainnya. Kata Buya, Nabi sendiri pernah mengatakan bahwa umat islam seharusnya mecontoh cara dia sholat. Masalahnya, Nabi Muhammad sendiri tidak memberikan rujukan yang tunggal. Kadang bisa begini, kadang bisa begitu. Kata Buya Syakur, kalau saja Nabi Muhammad melakukan pelatihan shalat buat para pengikutnya, cara umat islam akan seragam.
Misalnya dia secara spesifik bilang, sholat itu harus dimulai dengan menyerukan Allahu Akbar dan mengangkat kedua tangan sehingga berposisi sejajar dengan telinga, maka semua cara shalat di dunia ini kemungkinan besar akan seragam seperti itu. Tapi ini tidak terjadi. Kadang tangannya di atas telinga, sejajar telinga, atau lebih rendah dari telinga. Begitu juga pas sedekap, apakah di bawah pusar, di atas pusar, di atas dada, atau tidak perlu sedekap. Begitu juga baca Al fatihah, apakah wajib pakai bismillah atau tidak.
Jadi cara shalat itu adalah hasil penafsiran terhadap teks teks yang ada. Nabi Muhammad tidak pernah mengatakan, mana yang paling benar. Artinya fleksibilitasnya tinggi. Tidak perlu saling menyalahkan. Penjelasan Buya Syakur ini keren sekali. Beragama itu untuk kebaikan, bukan untuk permusuhan!