Zakir Naik mengkritik praktik membaca Yasin dan tahlil berjamaah. Menurutnya, praktik itu nggak ada dasar eksplisitnya dalam al-Qur’an dan hadis. Pernyataan ini disampaikan Zakir Naik dalam cuplikan ceramahnya yang viral di Instagram lewat akun @tanyaislamyuk__. Dalam video itu, Zakir bilang membaca Yasin dan tahlil berjamaah untuk orang yang meninggal nggak ada tuntunannya dari Nabi.
“Tidak ada ayat di dalam al-Qur’an ataupun hadits dari Nabi yang mengatakan bahwa ketika seseorang meninggal bacakanlah al-Qur’an kepada mereka,” katanya. Zakir lalu menyebut tradisi membaca al-Qur’an secara berjamaah, terutama surat Yasin di India, Pakistan, dan Bangladesh dengan istilah “Quran Khani”. Menurutnya, itu praktik buatan manusia, bukan ajaran Nabi. Dia juga menyinggung gaya baca Yasin yang “100 mil per jam” alias cepat-cepat. Dia menilai praktik itu bisa keliru karena kehilangan makna dan pemahaman.
Sebagai gantinya, Zakir mengutip hadits Nabi soal tiga amal yang akan terus mengalir pahalanya walau seseorang sudah wafat. “Satu-satunya pahala yang terus mengalir adalah amal jariyahnya, yaitu harta yang ia sedekahkan di jalan Allah,” ucap Zakir. “Ilmu agama yang dia ajarkan pada jalan Allah dan yang ketiga anak shalih yang mendoakan orangtuanya”, lanjutnya.
Menurut Zakir, lebih baik fokus mendidik anak agar jadi soleh daripada melakukan praktik membaca Yasin dan tahlil berjamaah. “Didiklah mereka dengan ilmu agama, lalu mintalah mereka mendoakanmu,” ucapnya. Buat mayoritas umat Islam di Indonesia, khususnya, pernyataan Zakir itu jelas nggak mudah diterima. Membaca Yasin dan tahlilan berjamaah udah jadi tradisi kuat, terutama di kalangan NU.
Biasanya diadakan di hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh, sampai keseribu setelah seseorang wafat. Buat kalangan Nahdliyin, membaca Yasin dan tahlilan berjamaah bukan sekadar membaca al-Qur’an, berdoa, dan berzikir. Tapi juga momen silaturahmi, muhasabah (introspeksi), dan penguat batin keluarga yang ditinggal. Apalagi di kampung-kampung, membaca Yasin dan tahlilan berjamaah itu lambang gotong royong dan empati sosial.
Kalau ditanya dalil eksplisitnya, memang nggak ada. Tapi banyak ulama, khususnya di Indonesia, yang membolehkan hadiah pahala bacaan al-Qur’an buat orang yang meninggal. Pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari, misalnya, menegaskan tahlilan adalah bentuk amal dan doa yang boleh dan berpahala.
Sementara Prof. Quraish Shihab punya sikap berbeda. Menurutnya, meskipun membaca Yasin dan tahlilan berjamaah nggak ada dalil eksplisitnya, bukan berarti itu dilarang. Yang penting, katanya, adalah niatnya. Selama nggak dianggap wajib dan nggak membebani keluarga yang ditinggal, tradisi membaca Yasin dan tahlilan berjamaah bisa punya nilai spiritual dan sosial yang tinggi.
Pandangan Zakir yang kurang positif tentang membaca Yasin dan tahlilan berjamaah bukan hal baru. Pandangan itu juga dikemukakan kelompok Wahabi. Buat yang belum tahu, Zakir itu dai asal India yang dikenal kontroversial. Dia pernah bilang semua kitab suci selain al-Qur’an sudah dimanipulasi. Dia pernah bilang orang yang keluar dari Islam atau murtad, layak dihukum mati. Dia pernah bilang perempuan nggak boleh kerja bareng laki-laki.
Karena pernyataannya dianggap rasis, Zakir dilarang berceramah di beberapa negara bagian di Malaysia. Dia juga buron dari negaranya sendiri sejak 2016. Membaca Yasin dan tahlilan berjamaah mungkin nggak ada dalil eksplisitnya. Tapi selama niatnya baik, seperti mendoakan dan mempererat silaturahmi, maka itu bagian dari nilai Islam juga. Yuk, proporsional dalam bersikap!


