Film Animasi Merah Putih: Ketika Biaya Produksi dan Kualitasnya Nggak Sebanding

Published:

Film Animasi ‘Merah Putih: One For All’ agak lain ya. Bayangin, biaya produksinya fantastis, tapi kualitas trailernya kureng banget. Jadi, film ‘Merah Putih: One For All’ bakal tayang di bioskop 14 Agustus nanti. Film itu diproduksi buat menyambut HUT RI ke-80 tahun ini.

Masalahnya, visualnya dinilai kaku. Lighting dan shadow nggak nyatu. Ditambah ekspresi semua karakter datar. Dubbingnya pun aneh. Suara burung kakak tua terdengar suara mirip monyet. Di salah satu scene ditemuin tulisan bahasa Hindi. Diduga visual scene itu sisa dari aset 3D “Street of Mumbai” yang dibeli dari platform Daz3D.

Beberapa karakternya mirip banget sama aset di platform Reallusion Content Store. Kayak Jayden karya Junaid Miran atau karakter dari Chihuahua Studios. Isu makin panas karena biaya produksinya gede banget. Film animasi ini diproduksi Perfiki Kreasindo, lembaga nirlaba di bawah Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.

Proses produksinya super singkat: dari Juni sampai Agustus 2025. Produsernya, Toto Soegriwo ngaku biaya produksi film itu mencapai Rp 6,7 miliar. Padahal harga di platform Reallusion Content Store per asetnya infonya nggak sampai sejuta rupiah.

‘Merah Putih: One For All’ bercerita tentang 8 anak di satu desa yang lagi sibuk persiapan 17 Agustus. Mereka berasal dari latar budaya yang berbeda: Jakarta, Papua, Medan, Tegal, Makassar, Manado, dan Tionghoa. Mereka terpilih jadi Tim Merdeka buat jaga bendera pusaka.

Masalahnya, bendera itu hilang sebelum upacara. Mereka pun berpetualang menyusuri hutan, menyebrangi sungai, dan menghadapi konflik batin demi ngibarin lagi merah putih tepat waktu. Melihat kualitas trailernya, netizen langsung bertanya-tanya. Mereka mempertanyakan biaya produksi yang fantastis, tapi kualitasnya rendah banget.

Spekulasi makin liar gara-gara ada foto tim produksi audiensi ke Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenkraf). Seolah ada “bantuan” yang diberikan negara buat film ini. Netizen marah kalau uang rakyat dipakai buat dukung animasi dengan kualitas rendah banget. “Kecium banget aroma korupsinya”, komen salah satu netizen.

Wakil Menteri Ekraf, Irene Umar, buru-buru klarifikasi lewat Instagram Story-nya pada 11 Agustus lalu. Intinya, dia bilang pemerintah nggak kasih duit, nggak kasih promosi. Pemerintah cuma kasih masukan teknis soal karakter, cerita, dan trailer. Toto juga ikut membantah tudingan itu. Menurutnya, tudingan itu fitnah dan minta hoaks itu dihentikan karena keluarganya ikut kena hujat.

Tapi klarifikasi ini nggak langsung bikin isu padam. Warganet terus nyerang soal kualitas. Banyak netizen yang bandingin film itu sama Jumbo, film animasi lokal yang baru aja booming dengan visual mulus dan cerita solid. Dikatakan perbandingan kualitas Jumbo sama Merah Putih: One For All kayak langit sama bumi. “Ini kayak tugas sekolah yang dikerjain mepet deadline,” komen seorang netizen.

Netizen juga menyorot soal orisinalitas karakter. Berbagai kritik yang datang dari netizen itu tentu bisa dipahami. Netizen tetap kritis meski film animasi itu diklaim pengen memompa semangat nasionalisme dan diproduksi industri kreatif lokal.

Buat netizen, kualitas teknis dan cerita yang kuat adalah harga mati yang nggak bisa ditawar-tawar. Kalau penonton Indonesia bangga sama film Indonesia ya harus dibikin serius dan berkualitas. Yuk, bikin film tentang Indonesia yang membanggakan!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img