Tahu orang yang melintir pidato Gubernur Ahok di Kepulauan Seribu sehingga Ahok dituduh menista agama Islam? Nah, orang itu muncul lagi dengan berkomentar soal gugatan ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka waktu mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Nama orang itu Buni Yani. Dia yakin banget gugatan ijazah Gibran pasti menang. “Gugatan terhadap ijazah Gibran oleh Subhan Palal sebesar 125 triliun pasti dikabulkan hakim karena ijazahnya memang bodong,” ujarnya.
Pernyataan ini disampein Buni dalam akun Facebook pribadinya pada 22 September lalu. Dia bahkan menyebut ijazah yang digunakan Gibran waktu mendaftar sebagai calon wakil presiden adalah ijazah palsu atau bodong. Ijazah Gibran digugat advokat Subhan Palal secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu terkait dengan keabsahan ijazah SMA miliknya saat mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Dalam gugatannya, Subhan minta majelis hakim menyatakan Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Tuntutan puncaknya yaitu meminta pengadilan menyatakan jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029 tidak sah. Sementara itu, persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan untuk melanjutkan perkara ini ke tahap mediasi. Keputusan ini diambil setelah seluruh kelengkapan dokumen dari pihak penggugat dan tergugat dinyatakan lengkap oleh majelis hakim. “Maka sebelum sidang dilanjutkan perlu dilakukan mediasi,” kata Ketua Majelis Hakim, Budi Prayitno. Gugatan ini sendiri menuntut ganti rugi yang fantastis, yakni sebesar Rp125 triliun. Kata Subhan, nilai itu tujuannya buat disetor ke negara. Uang itu juga bakal dibagiin ke seluruh warga sebagai kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan, katanya.
Serangan Buni Yani ke Gibran bukan hal yang mengherankan. Dia memang dikenal anti Jokowi, terutama sejak Pilpres 2014. Postingan-postingan dia akun Facebooknya menunjukkan kebenciannya kepada Jokowi. Dia menyerang Jokowi di hampir berbagai isu. Tapi yang paling diingat publik tentang dia adalah upayanya memelintir pidato Gubernur Ahok soal Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu tahun 2016. Dia mengunggah potongan video pidato Ahok sekitar 30 detik melalui akun Facebooknya beberapa hari setelah pidato Ahok itu. Dia tambahkan transkrip keliru pidato Ahok yang membuat panas, terutama kelompok-kelompok Islam anti Ahok. Padahal, para nelayan yang mendengar pidato Ahok langsung di lokasi nggak ada satu pun yang tersulut. Justru, yang tersulut adalah yang mendengar potongan video pidato Ahok itu dengan transkrip keliru yang sengaja dibuat Buni. Karena rekayasa Buni Yani itu, gelombang protes yang terhadap Ahok. Ahok divonis oleh massa yang memang sejak awal anti padanya sebagai pelaku penistaan agama. Ahok akhirnya kalah dalam Pilkada Jakarta 2017 dan dipenjara 2 tahun.
Gara-gara rekayasanya itu, Buni Yani dilaporkan ke polisi. Dia ditetapkan tersangka dan akhirnya divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Setelah keluar dari penjara, Buni Yani muncul lagi. Dia kembali menyerang Pak Jokowi. Dia ikut bersuara soal keaslian ijazah Pak Jokowi pada 2025. Dia menyindir isu ijazah Pak Jokowi “dicetak ulang” di Pasar Pramuka. Apa yang dibilang Buni Yani soal gugatan ijazah Gibran terlalu dini dan cenderung emosional. Buni terkesan mengabaikan asas praduga tak bersalah serta kewajiban pembuktian dalam sistem peradilan perdata. Dalam hukum, pihak yang mengajukan gugatan yang harus membuktikan dasar-dasar faktual dan hukum yang sah.
Harusnya Buni Yani belajar dari masa lalunya sendiri dan berhati-hati sebelum melontarkan tuduhan serius tanpa dasar kuat. Apalagi posisinya sebagai Wakil Ketua Umum Partai Ummat, partainya Amien Rais. Menyebarkan narasi yang belum terverifikasi hanya akan memperkeruh ruang publik, menyesatkan masyarakat, dan berpotensi mengulang kesalahan hukum yang pernah menjeratnya. Kalau memang peduli pada demokrasi dan keadilan, sebaiknya dia mengkritik berbasis data dan argumen yang valid. Stop memperkeruh ruang publik dengan narasi yang nggak bertanggung jawab!