Bener nggak sih, semua produk yang diperdagangkan di Indonesia ini harus dapat sertifikat halal?Misalnya aja, kulkas, sisir, meja, televisi, dan sebagainya. Apa itu semua harus punya sertifikasi halal? Itu yang lagi bikin bingung pengusaha Indonesia. Gara-garanya penjelasan Haikal Hassan, pak ustad yang baru saja diangkat jadi Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), nggak konsisten.
Mula-mula, pada 25 Oktober, dia bilang semua produk yang beredar, masuk dan diperjualbelikan di Indonesia, harus dapat sertifikat halal. Kalau nggak diurus, sanksi administratif atau bahkan pencabutan izin usaha siap menanti. Dia menegaskan aturan ini sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Tapi kemudian, pada 29 Oktober dia bilang lagi: “Keliru kalau kemudian ada yang bilang laptop dan semacamnya juga perlu disertifikasi halal. Itu penafsiran yang tidak benar.” .
Ini kan bertolak belakang? Kan Babe Hakal sendiri yang bilang semua produk harus punya sertifikat halal, kok kemudian bilang laptop dan semacamnya tidak perlu disertifikat halal? Mungkin sekali Haikal ini lagi galau karena pernyataan dia yang awal dikecam mantan Menkopolhukam, Mahfud MD.
“Masa, semua yg dijual belikan harus pakai sertifikasi halal? Bagaimana kalau membeli kambing, ayam, laptop, buku dll?” tanya Mahfud pada 27 Oktober. Mungkin gara-gara itu Babe Haikal ngelurusin dengan bilang aturan ini hanya berlaku buat makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia dan biologi. Sementara barang elektronik seperti laptop, nggak usah.
Kita sebagai masyarakat butuh banget ketegasan penjelasan dari Babe Haikal. Terus terang, menurut kami sih, aturan sertifikasi halal di Indonesia ini nggak masuk akal. Pengusaha jadi dibebani biaya tinggi, dipersulit birokrasinya, dan sistem ini jadi ladang sumber korupsi. Kabarnya, per satu jenis produk aja, pengusaha dibebani biaya Rp5 juta sampai Rp12,5 juta. Belum lagi dengan prosesnya sertifikasinya yang rumit, yang dilakukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Yang diperiksa bukan hanya produk akhirnya. Tapi juga proses pengolahannya, lokasi; peralatan, ruang produksi, penyimpanannya; pendistribusian dan penyajian produknya.
Kita harap, pemerintah bisa buka mata atas birokrasi yang berbelit ini. Jadi, mending kita bersinergi buat mendesak revisi Undang-undang ini ya.
Yuk tinggalin UU Jaminan Produk Halal!