Tahu kan kasus BEM Fakultas Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) yang dibekukan? Alhamdulillah, pembekuan itu sudah dicabut alias dibatalkan. Jadi, BEM Fakultas Ilmu Politik (Unair) sempat dibekukan. Gara-garanya, mereka mengkritik tajam Prabowo-Gibran yang baru dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Mereka bikin karangan bunga pada 22 Oktober lalu. Tulisannya, “Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3.” Juga tulisan, “Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi”. Paling bawah, ada tulisan “Dari: Mulyono, Bajingan Penghancur Demokrasi”.
Dua hari kemudian, Dekanat FISIP Unair langsung turun tangan dan bekukan BEM ini. Langkah dekanat ini viral dan kontroversial. Sebagian netizen bilang langkah kampus itu over reaktif. Sebaliknya, ada netizen yang bilang kritik mahasiswa itu kelewat kasar. Dekanat akhirnya klarifikasi. Mereka bilang isu pembekuan BEM ini salah paham. Tindakan ini bukan bermaksud membungkam atau mengintervensi kebebasan berekspresi mahasiswa. Tapi tujuannya buat mencegah penggunaan bahasa kasar di kampus.
Pembekuan ini juga sudah dicabut atas instruksi langsung dari Mendikti Saintek, Satryo Brodjonegoro. Satryo minta kampus buat dukung kebebasan akademik dan ekspresi mahasiswa. Karena itu, nggak perlu tindakan berlebihan. Dia juga apresiasi kritik mahasiswa tapi minta tetap menjaga keseimbangan kritik dan sopan santun. Tanggapin isu ini, aktivis 98 Robertus Robet bilang ini tes pertama demokrasi pemerintahan baru. Katanya, makin terbuka kritik, makin kuat demokrasi. Justru menurutnya Dekan Unair yang perlu “ujian ulang” dalam responnya.
Hmmm, kasus ini bisa jadi pelajaran buat kita. Dalam alam demokrasi, kritik memang dibenarkan untuk dilakukan. Walau kadang bikin merah kuping, tapi kritik sekasar apapun tidak pantas diganjar hukuman. Kecuali apa yang disampaikan BEM itu adalah fitnah, kebohongan, dan ujaran kebencian. Kampus adalah ruang yang harus steril dari pembungkaman terhadap kritik, sekalipun di luar kampus kritik dibungkam. Kita patut mengapresiasi sikap dari Mendikti Saintek yang menghargai dan memberi ruang bagi kebebasan berekspresi mahasiswa. Ini jadi harapan sekaligus mematahkan tuduhan pemerintahan Prabowo adalah pemerintahan Suharto Part 2.
Yuk, lindungi terus hak kebebasan berekspresi!