Film Calon Oscar tentang Pemilihan Paus Katolik, Diprotes!

Published:

Film Conclave yang bercerita tentang intrik dan konflik dalam pemilihan Paus sebagai Pemimpin Gereja Katolik Dunia, menimbulkan banyak kritik. Film ini sudah beredar di AS sejak 25 Oktober tahun lalu. Conclave juga diperkirakan akan bisa memperoleh sejumlah penghargaan Oscar. Tapi isi film ini memang bisa sangat mengganggu umat Katolik.

Fokus film ini adalah proses pemilihan Paus, kepala Gereja Katolik sedunia, setelah kematian mendadak Paus sebelumnya akibat serangan jantung. Pemilihan Paus baru dilakukan melalui konklaf, yang merupakan pertemuan kardinal dari seluruh belahan dunia.

Yang jadi tokoh utama film ini adalah Kardinal Thomas Lawrence yang diperankan oleh Ralph Fiennes. Lawrence ditugasin buat mimpin proses pemilihan. Dalam Conclave digambarkan dalam proses pemilihan, terdapat intrik tersembunyi, rahasia kelam sampe agenda politik. Suara Dewan Kardinal terbagi antara kelompok konservatif dan progresif. Ada sosok cardinal misterius yang datang dari Timur Tengah. Ada juga cardinal yang menghamili biarawati. Ada pula cardinal yang memiliki antipati terhadap Islam. Film ini dikritik karena dianggap bertentangan dengan tradisi pemilihan Paus yang sebenarnya. Salah satunya Pastor Marcel di akun tiktoknya @marselsmm pada 15 Februari lalu.

Pastor Marcel beberin 5 catatan kritis terhadap film Conclave dari sudut pandang Gereja Katolik. Pertama, kesalahpahaman soal konsep konklaf. Di film, konklaf diceritakan sebagai proses pemilihan paus yang penuh dengan intrik politik. Padahal, menurut Marcel dalam tradisi Katolik konklaf seharusnya merupakan proses doa dan bimbingan roh kudus bagi para kardinal dalam memilih Paus.

Kedua, Marcel nggak setuju sama penggambaran sosok Kardinal di film ini yang nampak korup, nggak bermoral, dan lebih utamain kepentingan duniawi dibanding panggilan suci mereka. Ketiga, konflik antara kandidat Konservatif dan Progresif di film terlalu dibikin sederhana. Kesannya pemilihan Paus malah jadi ajang pertarungan ideologi politik, seolah gereja cuma terbelah antara kelompok “tertutup” dan “terbuka”.

Keempat, terlalu banyak unsur fiksi yang menyesatkan para penonton dan melenceng dari Gereja Katolik yang sebenarnya. Terakhir, Pastor Marcel ingetin buat umat Katolik untuk bersikap kritis dan jangan menelan mentah-mentah apa yang disajikan dalam film ini.

Kritik Pastor Marcel ini sangat bisa dipahami karena film ini memperlihatkan konklaf sebagai proses yang penuh dengan ambisi kekuasaan. Tapi di pihak lain, rasanya kita juga perlu tahu bahwa sebenarnya pemilihan Paus dalam tradisi Gereja Katolik nggak murni atas tuntunan Roh Kudus. Misalnya pas konklaf pemilihan Paus tahun 1903 dimana sebenarnya Kardinal Mariano Rampolla hampir menang. Tiba-tiba Kaisar Austria-Hongaria pake hak vetonya karena Rampolla dikenal progresif. Akhirnya, Paus Pius X yang lebih konservatif dipilih. Kalo murni dipilih Roh Kudus, kenapa bisa ada hak veto dari manusia? Bisa dibilang, dari dulu pun, pemilihn Paus itu pasti libatin lebih dari sekedar doa dan bimbingan Roh Kudus.

Ada kepentingan politik, permainan kekuasaan, dan strategi yang ikut berperan. Dari veto kerajaan, suap, nepotisme, sampe lobi-lobi modern dalam Vatikan, semua ini jadi bukti prosesnya jauh lebih kompleks dari yang terlihat. Apa Roh Kudus tetap punya peran? Pastinya! Tapi apa politik juga ikut campur? Bisa jadi. Yuk bijak dalam menyikapi sesuatu!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img