Gus Miftah Sindir Ustaz Maulana Pecicilan, Kenapa Begitu?

Published:

Korban hinaan Gus Miftah bukan cuma rakyat bawah dan seniman senior Yati Pesek, tapi juga Ustadz Maulana. Ini diketahui setelah salah satu video kajian lamanya diunggah akun @yaniarsim, Selasa lalu dan jadi viral. Dalam kajian itu, Gus Miftah nyentil gaya ceramah Ustadz Maulana di televisi. “Pagi-pagi setengah enam nyalain televisi Trans TV, yang ditonton apa? ‘Jamaah oh jamaah’, itu idola orang sekarang yang modelannya begitu,” sindirnya. Menurutnya, gaya dakwah Ustaz Maulana itu ‘pecicilan’ dan nggak pantas untuk seorang dai NU.

Menurutnya, dai NU semestinya tampil lebih santun, bukan “pecicilan” seperti yang ia nilai dari Ustaz Maulana. Terus dia singgung soal dai NU yang jarang tampil di televisi. Menurutnya, kiai-kiai NU itu nggak mau berdakwah mengikuti aturan kru TV. Pendakwah itu harusnya memegang kendali atas umat, bukan malah ngikutin aturan televisi, katanya. “Kiai itu harusnya ngatur, begitu masuk TV kok diatur-atur,” lanjutnya.

Statement ini jelas bikin geger dan lagi-lagi ngundang kecaman buat Gus Miftah. Gaya ceramah energik dan humoris Ustaz Maulana justru disukai banyak orang karena terasa dekat, khususnya bagi masyarakat awam. Pendekatan ini sukses bikin dakwah lebih inklusif, tanpa kesan berat atau kaku. Di lain sisi, argumen Gus Miftah ini bisa diperdebatkan. Faktanya, nggak ada aturan di NU yang melarang gaya ceramah energik. Justru NU dikenal menghargai keberagaman metode dakwah selama nilai-nilainya Islami. Dan lagi, siapa bilang semua dai di TV “diatur-atur”?

Banyak kok penceramah yang tetap menjaga esensi dakwah mereka tanpa kompromi. Ustaz Maulana contohnya, sukses menarik hati umat tanpa kehilangan pesan utamanya. Yang ironis, Gus Miftah sendiri nggak lepas dari kontroversi. Kita nggak bisa lupa sama insiden viral ketika dia menyebut pedagang es teh keliling “goblok” saat kajian. Walau sudah minta maaf, banyak yang menilai candaan itu nggak pantas, apalagi untuk tokoh agama. Jadi, kalau gaya “pecicilan” disebut nggak pantas, lantas gimana dengan komentar menghina orang cilik? Di sini terlihat, kritik Gus Miftah lebih terkesan subjektif ketimbang punya dasar argumen yang kuat.

Apalagi, komentar seperti ini nggak substantif untuk membuat dakwah diterima semakin luas kalangan. Bukannya saling mendukung, perbedaan pendekatan malah dijadikan ajang saling menjatuhkan. Padahal, setiap dai punya audiens dan cara masing-masing untuk menyampaikan pesan. Sebagai tokoh agama, mestinya Gus Miftah lebih bijak dalam menyampaikan pendapat. Kritik, kalau disampaikan dengan cara santun dan tanpa menyudutkan, justru akan jadi pembelajaran yang lebih berarti. Tapi dengan sindiran terang-terangan, malah muncul kesan arogansi.

At the end, umat perlu lebih bijak memilih tokoh agama. Bukan cuma yang pintar bicara, tapi juga punya akhlak dan sikap yang mencerminkan esensi dakwah: menyebarkan kebaikan, bukan memicu perpecahan. Yuk selektif memilih pendakwah!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img