Jakarta, PIS – Lagi viral pernyataan Ketum PPP, Suharso Monoarfa, soal ‘Amplop Kiai’. Dia mengeluh, jika ingin ketemu kiai harus menyediakan amplop. Jika tidak ada amplop, itu akan terasa hambar, katanya.
Suharso menceritakan pengalamannya itu saat menghadiri acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas di KPK pada, 15 Agustus lalu. Menurutnya, memberikan amplop kepada kiai adalah problem riil yang harus diperbaiki saat ini.
Apalagi fenomena ini masih terjadi hingga sekarang. Pidato Suharso itu menuai kecaman dan hujatan dari berbagai pihak. Pernyataannya seolah menuding bahwa korupsi itu dimulai dari pesantren.
Suharso juga dianggap merendahkan dan menghina para kiai. Tudingan ‘amplop kiai’ sebagai cikal bakal budaya korupsi, dianggap bentuk pelecehan pada kiai dan pesantren. Kritik terhadap Suharso juga datang dari internal PPP.
Menurut pengurus DPW PPP Jatim, KH Saiful Muluk Basaiban, Suharso tidak memiliki etika, bahkan tidak mengerti tradisi dan budaya. Budaya ‘amplop kiai’ merupakan hal yang biasa, kata Saiful.
“Di kalangan pesantren, itu disebut bisyaroh, yaitu tanda terima kasih dan penghormatan kepada kiai”, imbuhnya. Gara-gara pernyataannya itu, Suharso diminta bertanggung jawab dan mundur dari tampuk kepemimpinan Partai Ka’bah.
Tradisi ‘amplop kiai’ telah berlangsung lama di tengah masyarakat muslim Nusantara dan tidak dianggap bermasalah. Karena itu, ketika dianggap sebagai cikal bakal korupsi, akan menuai hujatan dan kecaman.
Meski begitu, sebaiknya para kiai harus lebih selektif dan berhati-hati dalam menerima bisyaroh. Agar tidak terjerat kasus pencucian uang hasil tindak kejahatan keuangan dan korupsi di kemudian hari.
Kiai adalah kompas moral umat. Jangan sampai marwah kiai ternodai karena sejumlah rupiah yang tidak diketahui asal-muasalnya. BAGAIMANA PENDAPATMU?