Kok Rekrutmen Polri Prioritaskan Santri dan Penghafal Quran?

Published:

Kok POLRI sekarang memprioritaskan para santri dan para penghafal al-Qur’an untuk menjadi anggota Polri? Niat POLRI pasti baik sih. Tapi apa iya itu langkah yang tepat dan adil? Apa iya santri dan penghapal Al Quran punya kualitas lebih daripada murid sekolah lain? Dan kalau para santri dan penghapal Al Quran diprioritaskan, artinya peluang murid beragama Islam jadi lebih besar dari non-Islam.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit bilang, santri dianggap punya pendidikan karakter yang kuat, disiplin tinggi, dan nilai-nilai moral yang solid. Polri berharap kualitas ini bisa bikin institusi kepolisian jadi lebih baik. Sejak 2021, sudah ada 265 santri dan hafiz Al-Qur’an yang lolos seleksi Polri. Rinciannya: 84 orang tahun 2021, 55 orang tahun 2022, 74 orang tahun 2023, dan 52 orang tahun 2024. Kapolri berharap santri yang jadi polisi bisa menghadapi godaan dan tantangan tugas dengan iman yang kuat. “Kita ingin memiliki polisi yang tidak hanya paham tentang ilmu kepolisian, namun juga memiliki kematangan dalam karakter kesehariannya,” ujar Sigit.

Tapi kembali ke pertanyaan tadi, apakah santri dan penghafal Quran memang punya ketahanan menghadapi godaan dan tantangan yang lebih tinggi? Polri seharusnya merekrut polisi berdasarkan kualitas individu, bukan berdasarkan latar belakang agama. Ini sama kayak seleksi di universitas yang kasih jalur khusus buat hafiz Al-Qur’an. Misal seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kritik terhadap jalur khusus bagi santri dan penghafal Al Quran sudah banyak terdengar di perguruan-perguruan tinggi itu. Dan sampai sekarang juga tidak ada bukti yang menunjukkan prestasi akademik para santri dan penghafal Al Quran itu memang lebih tinggi. Para santri itu kan fokusnya pada ilmu agama, begitu juga para penghafal Al Quran. Itu tidak berkorelasi dengan kemampuan mereka menguasai ilmu pengetahuan seperti Kedokteran, Ilmu Ekonomi, Fisika, Ilmu Sosial dan lainnya.

Sekarang kita lihat kembali, jalur khusus untuk jadi polisi. Saat ini, jalur khusus ini kan Cuma bisa dinikmati oleh siswa Islam, sementara kelompok lain nggak dapet keistimewaan serupa. Apakah ini adil? Gimana dengan pemeluk agama lain yang juga punya nilai-nilai moral kuat? Apakah mereka nggak layak dapet prioritas yang sama? Sangat logis bila POLRI berharap bisa merekrut siswa dengan integritas moral yang lebih tinggi. Tapi apa iya pesantren dengan sendirinya melahirkan santri-santri yang jujur, bersih, bermental kuat, dan berintegritas. Begitu juga dengan penghapal Quran. Kata siapa mereka lebih berintegritas?

Nampaknya POLRI perlu membangun jalur penerimaan buat semua komunitas dengan berbasis nilai-nilai moral. Misalnya saja dengan menambahkan tes psikologis yang dirancang lembaga psikologi terkemuka. Kalau tujuannya mencari personel dengan moralitas tinggi, disiplin, dan ketahanan mental yang kuat, harusnya pendekatannya lebih inklusif. Polri sebagai institusi negara seharusnya bersikap netral dan merekrut anggota berdasarkan kompetensi, bukan agama.

Pengetahuan agama seseorang tidak akan menjamin orang itu menjalankan secara sungguh-sungguh pengetahuan yang dikuasainya. Kalau cuma fokus di satu kelompok aja, ujung-ujungnya malah bikin tanda tanya: ini rekrutmen polisi atau audisi ustaz? Yuk dorong POLRI memperlakukan sama semua warga!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img