Tenant Mie Gacoan di Palopo, Sulawesi Selatan, yang buka pada siang hari bulan Ramadhan disidak kepolisian pada 4 Maret lalu. Dalam video yang viral, tampak Kapolres Palopo, Safi’I Nafsikin, menegur pengelola yang masih ngelayanin pelanggan yang makan di tempat. FYI, sebelumnya Pemerintah Kota Palopo terbitin peraturan tentang pembatasan waktu dan jam operasional rumah makan dan tempat usaha sejenisnya. Nah, kepolisian melakukan patroli untuk mengawal peraturan itu. Kapolres Palopo ikut turun tangan kasih teguran tegas karena tenant Mie Gacoan melanggar peraturan itu.
Kapolres Palopo bilang nggak melarang orang mencari rejeki. Tapi dia minta bagi yang nggak berpuasa untuk menghargai yang sedang berpuasa. Dia juga bilang dalam peraturan itu tempat makan dibolehkan buka mulai dari jam 16.00. “Ini kok malah buka dari siang, rame lagi,” katanya. Kalau ada pelanggan mau beli sebelum jam 16.00, makanannya harus dibungkus, nggak boleh makan di tempat, lanjutnya.
Manager Mie Gacoan mengakui mereka keliru soal jam operasional. “Iya, Pak. Kami siap tutup sekarang dan nanti buka lagi sore pas jam buka puasa,” kata salah satu pengelola. Polisi juga bilang patroli ini bakal terus dilakukan selama Ramadan. Kalau ada rumah makan yang masih bandel buka siang-siang, bakal kena tegur di tempat.
Banyak netizen yang nggak setuju dengan langkah polisi tersebut. “Apa salahnya kalau buka siang? Orang nggak semuanya puasa,” tulis seorang netizen. “Saya Muslim tapi tidak masalah kalo warung makan buka 24 jam selama Ramadhan,” tambah yang lain. “Emang itu bagian dari tugas polisi ya?” komen yang lain. “Gimana yang non-Muslim? Gimana ibu hamil, yang sakit, atau yang emang nggak puasa? Mereka harus kelaparan?” komen lainnya.
Nanggepin viralnya video itu, Polres Palopo kasih klarifikasi. Kepala Seksi Humas Polres Palopo, AKP Supriadi, bilang apa yang dilakukan Polres Palopo dan anggotanya itu cuma imbauan, bukan penutupan paksa. Tujuannya biar pemilik usaha tetap tertib dan menghormati yang puasa. Polisi juga nggak maksa rumah makan tutup total. Kepolisian cuma minta rumah makan pasang tirai atau penutup supaya nggak mencolok. Selain itu, sistem take away lebih diutamakan daripada makan di tempat sebelum jam 16.00. Kepolisian minta kerja sama semua pihak supaya suasana Ramadhan tetap kondusif.
Apa yang terjadi di Palopo adalah satu dari sekian kasus serupa yang terjadi di banyak daerah setiap bulan Ramadhan. Pemerintah daerah menerbitkan aturan dengan alasan menjaga kondusifitas dan menghormati warga yang berpuasa. Masalahnya, aturan itu berimbas pada pembatasan aktivitas, salah satunya, usaha rumah makan. Bisa dibilang, pelaku usaha rumah makan adalah satu di antara aktivitas ekonomi yang menjadi korban aturan itu.
Di satu sisi, pelaku usaha rumah makan tetap dituntut untuk membayar hak para pekerjanya seperti biasanya plus THR. Tapi disisi lain, jam operasional mereka dipersempit sehingga berdampak pada pemasukan. Aturan yang terkesan luhur itu justru merugikan para pelaku usaha. Boro-boro memberikan insentif tertentu, pemerintah setempat cenderung lepas tangan dengan kerugian itu. Dan pihak yang juga dikorbankan dari aturan itu adalah mereka yang nggak berpuasa. Bisa non-muslim, bisa juga muslim yang diberi keringan untuk nggak berpuasa.
Sudah saatnya pemerintah pusat mengevaluasi dan bertindak terhadap aturan-aturan yang nggak adil itu. Ramadhan tentu harus dihormati. Tapi, jangan sampai penghormatan terhadap Ramadhan menjadi momok bagi pihak-pihak tertentu karena ketidakbecusan pemerintah daerah dalam menerbitkan aturan. Ramadhan, bulan penuh berkah bagi semua!