Nama-Nama Lokal Makin Tersisih, Kenapa Ya?

Published:

Jakarta, PIS – Coba deh cek nama teman-teman kamu. Atau, nama keponakan-keponakan kamu dan nama teman-temannya. Kira-kira, masih ada nggak yang masih pake nama lokal? Itu lho, nama yang terdengar khas Indonesia.

Kalo orang Jawa, contohnya Sulasmi, Sarmidi, Tugiman, dan lainnya. Kayaknya, makin sedikit ya jumlahnya. Itu terlihat dari studi berjudul “Saat Orang Jawa Memberi Nama: Studi Nama di Tahun 1950-2000”.

Dan studi lain “Tren Penggunaan Bahasa Asing pada Nama Diri Masyarakat Jawa”. Kalau diperhatiin, ini bukan sekedar persoalan pemberian nama aja sih. Tapi, ada persoalan yang lebih besar. Yaitu, tentang tersisihnya budaya kita.

Budaya di sini termasuk bahasa, tradisi, sampai pemberian nama pada anak ya. Diakui atau nggak, budaya kita memang kalah bersaing sama budaya global. Penyebabnya banyak!

Salah satunya, budaya kita dianggap simbol keterbelakangan dan kemiskinan. Sebaliknya, budaya global dianggap simbol kemajuan dan kemakmuran. Ini cuma anggapan aja sih. Belum tentu benar.

Tapi karena itu, budaya kita lambat laun tersisih. Dan itu kelihatan banget dari kehidupan sehari-hari. Anak muda umumnya suka ngomong keinggris-inggrisan atau kearab-araban, baik semuanya atau setengah-tengah.

Itu nggak lain biar mereka dianggap keren dan gaul. Kecenderungan yang sama juga terlihat dalam pemberian nama anak. Tentu nggak salah kalo mau ngomong atau kasih nama anak dengan bahasa lain.

Nama saya sendiri kan bukan nama lokal.  Belmondo Scorpio. Mana ada lokal-lokalnya. Tapi yang penting kan akar budaya kita tetap Nusantara. Dan menghormati budaya kita sendiri. Gimana pendapat kamu?

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img