Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih, Pramono Anung – Rano Karno mau bikin gebrakan nih. Tapi kok gebrakannya, agak gimana ya. Mereka akan memangkas hari kerja menjadi 4 hari saja, dari sebelumnya 5 hari. Ide ini disampaikan oleh Anggota Tim Transisi Pramono – Rano, Nirwono Yoga.
Katanya, mereka terinspirasi dari kota-kota di Eropa, khususnya Skandinavia. Menurut Nirwono, sistem ini bisa jadi solusi buat beberapa masalah klasik Jakarta, kayak macet, banjir, dan polusi. Katanya, pas musim hujan dan ada ancaman banjir, liburin aja pekerja, biar nggak bikin macet di jalan. Selain itu, polusi udara yang selalu jadi PR tiap tahun juga jadi alasan kuat kenapa kebijakan ini perlu dicoba.
Nirwono bilang, pas musim kemarau, Jakarta sering banget masuk tiga besar kota paling polusi di dunia. Nah, sistem kerja empat hari ini bisa menjadi solusi, karena pasti itu akan mengurangi polusi. Solusi ini katanya murah dan gak bikin ribet. Kebijakan kerja empat hari ini ini juga akan memberi kesempatan banyak libur bagi masyarakat.
Menurut Nirwono, kebijakan ini bukan hal baru di Jakarta. Waktu Penjabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono, sudah pernah dilakukan. Waktu puncak polusi melanda Jakarta Pak Heru ngasih imbauan agar pegawai bekerja dari rumah (WFH). Tahun lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun sempat mewacanakan 4 hari kerja buat pegawai BUMN.
Niat buat mengurangi kemacetan dan polusi sih baik-baik aja. Tapi, solusinya dengan mengurangi hari kerja harus dipertimbangkan lebih serius lagi baik buruknya. Walaupun terinspirasi dari kebijakan negara-negara Skandinavia, kayak Denmark, Norwegia, dan Swedia. Tapi kalau mau dibandingin sama Indonesia, jujur, rasanya, nggak apple to apple.
Negara-negara ini terkenal kaya banget, punya tingkat kesejahteraan tinggi, dan hidup rakyatnya nyaman parah. Di sana, gaji karyawan aja udah bikin ngiler. Contohnya, di Norwegia, perencana produksi bisa dapet gaji sekitar Rp 856 juta. Denmark juga nggak kalah gila, rata-rata gaji pekerjanya bisa tembus Rp 514 juta setahun. Sementara di Indonesia? UMP Jakarta 2024 aja cuma Rp 5,4 juta per bulan atau Rp 68,4 Juta per tahun.
Dengan mengurangi hari kerja, apakah mungkin para pemberi kerja tetap akan memberi gaji seperti sebelumnya? Masalahnya, masyarakat di kota-kota Skandinavia itu tingkat produktivitas kerjanya juga tinggi, sementara di Indonesia rendah. Tapi kalau mau diterapkan untuk instansi pemerintah mungkin bisa, tapi apakah bisa diterapkan di swasta?
Pasti banyak perusahaan yang keberatan dengan kebijakan ini, karena akan merugikan mereka. Banyak karyawan di Indonesia belum punya kedisiplinan mandiri buat atur waktu dan beresin kerjaan tanpa diawasin. Makanya, atasan sering banget merasa perlu memantau langsung di kantor buat memastikan semuanya on track.
Ditambah lagi, sistem kerja fleksibel kayak WFH masih susah diterapkan. Soalnya, nggak semua perusahaan punya infrastruktur atau software buat monitor kinerja secara transparan. Jadi kebayang kan, kalau hari kerja dipangkas tapi budaya kerja belum berubah, bakal ribet banget nerapinnya.
Mas Pram, Bang Doel, yuk dipertimbangin lagi rencananya!