Ketika seorang perempuan Islam tidak berhijab, mengapa dia terlihat sangat hina? Kalimat pedih itu ini diutarakan seorang penulis bernama Kak Tia di Instagram Jakatarub. Jakatarub adalah sebuah gerakan advokasi keberagaman yang memberi ruang bagi para netizen untuk berbagi cerita. Jakatarub adalah singkatan dari Jaringan Kerja Antar Umat beragama. Nama programnya, ‘30 hari bercerita’. Salah satu cerita yang mereka posting adalah karya Kak Tia ini. Tia berkisah tentang pandangannya tentang kebebasan seorang perempuan muslim. Lebih khusus lagi, Tia berkisah tentang bagaimana perempuan muslim dipaksa untuk berjilbab.
Di bagian awal tulisan dia bilang dia ingin menjalankan ajaran agama sebaik mungkin. Tetapi ternyata menjadi perempuan muslimah itu tidak mudah. Salah satunya soal berhijab. Dia mengutip surat Quran Al Azhab ayat 50. Ayat tersebut berisi sabda Allah bahwa kaum Muslimah harus mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Dan dalam ayat yang sama, Allah juga mengatakan: “Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu.” Tia tidak membantah ayat itu. Tapi dengan tulus dia bertanya: “Apakah benar seorang Muslimah yang tidak memakai hijab adalah seorang Muslimah yang tidak taat agama?” Dia bercerita tentang ragam ucapan yang harus dihadapi muslimah yang tidak berjilbab. Misalnya: “Pakai hijabmu, kamu terlihat seperti perempuan nakal!”
Tia menulis, dia akan berhijab kalau dia sudah siap. “Aku ingin aku berhijab karena kemauanku dan koneksitasku dengan Allah, bukan karena orang lain,” katanya. “Namun hanya karena aku tidak berhijab, mengapa aku terlihat seperti hina?” tulis Tia dengan nada masygul. Dia juga mempertanyakan apakah benar hijab akan melindungi penggunanya dari pelecehan seksual? Tulis Tia: “Hijab tidak cukup untuk melindungi perempuan berhijab menjadi korban pelecehan seksual”. Dia sering mendengar cerita tentang teman-teman perempuannya yang berhijab menjadi sasaran utama catcalling. Menurutnya, pelecehan seksual terjadi bukan karena perempuan itu menutup atau tidak menutup tubuhnya. “Tapi budaya yang mengakar dan terus memberi ruang bagi para pelaku,” katanya.
Tia mempertanyakan mengapa masyarakat hanya menuntut perempuan untuk mengenakan hijab dan pakaian tertutup, sementara tetapi laki-laki tidak pernah diajarkan bagaimana cara mereka untuk menghormati kebebasan perempuan dalam berpakaian? “Seolah-olah hanya hanya perempuan yang patut disalahkan dalam istilah ‘menggoda’” kata Tia. “Agama tidak menyusahkan, tapi masyarakat yang membuatnya menjadi sesuatu yang menyesakkan,” tulis Tia dengan nada tegas. Di bagian akhir tulisannya, Tia berkata: “Bagaimana perubahan akan datang jika perempuan selalu dihadapkan pada paksaan, tuntutan, dan ketertindasan?” “Perempuan bukanlah objek dan berhak menentukan pilihan tanpa adanya paksaan, penghakiman, dan juga rasa takut,” katanya menutup karyanya.
Apa yang disampaikan Tia ini mewakili perasaan banyak Muslimah di dunia. Banyak Muslimah berusaha menjalankan ajaran agama sebaik-baiknya. Mereka mungkin mengabdikan diri mereka untuk kepentingan rakyat, mereka belajar dan bekerja secara sungguh-sungguh, mereka membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang, mereka menjalin hubungan dengan pasangan atau suami dengan cara khidmat, tapi mereka dihujat karena hanya satu hal: cara berpakaian. Hijab adalah pilihan yang baik. Tetapi hijab bukanlah hal yang harus dipaksakan. Terimakasih Tia! Terimakasih Jakatarub!