Anak Muda Indonesia Lebih Aktif di Gerakan Sosial dan Ogah Masuk Partai Politik

Published:

Siapa bilang anak muda Indonesia apatis atau cuek sama urusan publik. Berbagai survei justru nunjukkin anak muda Indonesia concern banget sama politik. Penting dicatat, politik di sini bukan sekedar soal pemilu 5 tahunan ya. Tapi politik dalam arti yang lebih luas.

Kecenderungan ini, misalnya, tergambar dalam survei lembaga Kawula17 pada Agustus 2025 lalu. Dikatakan, anak muda Indonesia makin tertarik sama isu lingkungan, HAM, kesetaraan gender, korupsi, dan keadilan sosial. Survei itu juga menemukan persentase anak muda yang aktif menanggapi isu sosial-politik sekitar 42%, naik 15% dibanding sebelumnya. Survei yang dilakukan media Tirto dan Jakpat pada Juli 2023 lalu juga nunjukin data serupa. Lebih dari 73% Gen Z, usia 17–19 tahun, aktif mencari info soal politik. Dan lebih dari 90% Gen Z pakai media sosial sebagai sumber utama informasinya. Buat mereka, politik itu bukan sekadar urusan parlemen atau pemilu. Tapi bagian dari keseharian, tentang harga bahan pokok, lingkungan, sampai kesetaraan gender.

Nah, yang menarik, tingginya concern anak muda pada isu politik nggak mendorong mereka masuk partai politik. Survei The Indonesian Institute pada 2022 menyebut, 91,49% anak muda nggak tertarik masuk partai politik sama sekali. Hanya 3,19% yang aktif di kepengurusan partai. Sisanya, 21,28% anak muda aktif di LSM dan hampir 50% aktif di organisasi pelajar atau mahasiswa. Menurut The Indonesian Institute, rendahnya minat anak muda ke partai itu karena krisis kepercayaan mereka pada partai. Partai dianggap elitis, pragmatis, dan nggak mewakili aspirasi anak muda. Jadi wajar kalau mereka lebih nyaman di komunitas atau LSM yang terbuka dan langsung bisa melihat hasil kerja mereka.

Fenomena anak muda yang corcern pada isu politik atau isu publik sering disebut click activism alias aktivisme klik. Click activism adalah gerakan yang lahir dari dunia digital. Gerakan ini berawal dari postingan, komentar, atau kampanye di media sosial. Tapi, lama-lama bisa berujung ke aksi nyata di lapangan. Kesadaran politik anak muda Indonesia tumbuh lewat dunia maya. Agung Baskoro dari Trias Politika bilang, media sosial punya arti penting dalam gerakan ini. Di satu sisi, media sosial bisa mobilisasi massa dengan cepat. Tapi di sisi lain, media sosial punya tantangannya sendiri dalam mengubah energi digital itu jadi aksi nyata di lapangan.

Banyak gerakan sosial-politik di Indonesia yang berangkat dari click activism. Di antaranya, rangkaian demonstrasi di depan Gedung DPR pada akhir Agustus lalu. Ciri click activism cenderung cair, fleksibel, dan nggak terikat sama kepentingan kelompok yang terorganisir. Ambil contoh demonstrasi di depan Gedung DPR pada akhir Agustus lalu. Gerakan yang dikenal dengan tuntutan 17 + 8 itu tidak jelas garis komandonya. Memang di dalam gerakan itu terdapat beberapa influencer terkenal. Tapi posisi mereka bukan elite dari gerakan itu. Dan massa yang terlibat dalam gerakan itu bukan anggota atau bawahan para influencer tersebut. Ini berbeda, misalnya, dengan kelompok buruh, ormas, atau partai politik. Garis komando dalam kelompok buruh, ormas, atau partai politik relatif jelas. Elite mereka sebagai pimpinannya dan massa sebagai anggota atau bawahannya. Singkatnya, click activism tumbuh dari kesadaran publik, bukan dari struktur organisasi.

Memang click activism itu cenderung cair, fleksibel, dan nggak terikat. Tapi kami berharap pemerintah tidak memandangnya sebelah mata. Begitu gerakan ini diremehkan atau bahkan direpresi, kekuataanya bisa menghentak dunia. Contoh kasus click activism di Nepal. Panjang umur perjuangan anak muda Indonesia!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img