Guys, kasus diskriminasi yang terjadi RS Medistra mendapat perhatian juga dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kedua organisasi ini sama-sama menyesalkan kasus seperti itu terjadi di rumah sakit. Mereka juga ngingetin, agar kasus serupa gak boleh terulang lagi. Mereka menganggap, tindakan pelarangan berjilbab ini bener-bener nggak sesuai sama prinsip kebebasan beragama. Apalagi di dunia medis yang seharusnya mengedepankan pelayanan, bukan cara berpakaian.
IDI juga ngingetin kalau secara hukum, semua orang punya hak kebebasan beragama, dan itu dilindungi undang-undang. Bahkan, dalam sumpah dokter, mereka diwajibkan buat ngasih pelayanan tanpa memandang suku atau agama pasien. Jadi, kalau ada kasus diskriminasi SARA di fasilitas kesehatan, itu jelas melanggar hukum. Profesi dokter nggak pernah membatasi pelayanan berdasarkan pakaian atau keyakinan agama. IDI juga siap ngasih pendampingan hukum buat dr. Diani, dokter spesialis bedah onkologi yang mengundurkan diri akibat kasus ini. Mereka bakal pastiin dr. Diani bisa terus berpraktik tanpa hambatan.
Btw ya, kasus ini pertama kali viral gara-gara dr. Diani Kartini, spesialis bedah onkologi, mengundurkan diri dari RS Medistra. Hal itu dia lakuin setelah tau rekannya ngalamin permintaan untuk membuka hijab saat interview di RS Medistra. Tapi tenang, guys, RS Medistra udah klarifikasi dan minta maaf atas kejadian ini, nyebutnya sebagai “kesalahpahaman” dalam proses interview. Oknum yang diduga melarang hijab itu sekarang udah gak dilibatin lagi dalam proses rekrutmen.
Dari kasus ini, kita belajar pentingnya toleransi dan menghormati perbedaan di lingkungan kerja, khususnya soal keyakinan agama. Jangan sampai ada lagi diskriminasi kayak gini.
Yuk, ciptain lingkungan kerja yang inklusif, menghargai perbedaan, dan bebas diskriminasi!
KATEGORI: KEBERAGAMAN