BEM UGM Yogyakarta ini kan dari kalangan intelektual ya, tapi gaya ngritiknya kok gak intelek banget ya. Mereka membuat poster, dengan menempelkan wajah Presiden Prabowo di wajah sapi, lengkap dengan tanduk merahnya. Kan kesannya, seolah mereka menyamakan Pak Prabowo dengan sapi. Emang pantas dari kalangan intelektual melakukan itu?
Mereka lakukan itu dalam aksinya pada 24 September 2025 di Bundaran UGM Yogyakarta. Katanya, mereka lakukan itu untuk mengkritik pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB ke 80. Seperti tertera di posternya “Omon-omon Presiden di Sidang Majelis Umum ke 80 PBB. Tapi janggal, posternya kritik Pak Prabowo terkait pidatonya di PBB tapi kok mereka bawa-bawa program Makan Bergizi Gratis (MBG). Padahal di sana Pak Prabowo gak nyampein program MBG.
Pidato Presiden Prabowo di PBB bahas soal perdamaian dunia, keadilan global, dan keberpihakan ke negara kecil. Jadi sama sekali nggak ada nyebut program MBG. Tapi kritik mereka tentang program MBG. Mereka bilang program itu gagal di lapangan. Padahal konteks kritiknya harusnya ke arah politik luar negeri, bukan ke program makan siang anak sekolah. Kalau emang mau mempermasalahkan pidato Pak Prabowo di PBB. MBG itu program domestik.
Tujuannya buat bantu anak-anak Indonesia biar tetap bisa makan bergizi di sekolah. Kalau programnya bermasalah, solusinya ada di eksekusi teknis, bukan di Presiden langsung. Misalnya, distribusi nggak merata. Kualitas makanan kurang terjaga. Atau ada oknum penyedia nakal. Yang salah siapa? Bisa jadi kementerian, dinas pendidikan, atau vendor penyedia. Nah, itu yang harus dievaluasi. Bisa dengan ganti pejabat yang nggak becus. Atau perbaiki sistem pengawasan. Tegas ke pihak-pihak yang main-main. Jadi nggak fair kalau kritiknya langsung ditembak ke Presiden dengan cara personal. Apalagi sampai disamakan dengan hewan. Itu jatuhnya provokasi, bukan kritik sehat.
Padahal mahasiswa itu agen perubahan. Kalau kritiknya tepat sasaran, publik bisa dukung penuh. Tapi kalau ngawur konteks, publik malah nganggep cari sensasi. Kritik ke Presiden di forum PBB ada banyak pintu yang lebih relevan. Misalnya, apakah Indonesia konsisten dengan komitmen perdamaian dunia. Atau gimana implementasi politik luar negeri kita di ASEAN dan PBB? Itu kritik yang nyambung. Dan bisa didukung data akademis Bukannya malah geser ke isu domestik yang nggak relevan.
Akhirnya, poster BEM UGM ini lebih ramai dibahas karena visual satirnya. Bukan substansi kritiknya. Yuk, jadi mahasiswa yang cerdas jangan hanya kontroversi!