Tahu arti BOTI? Ini sebuah istilah yang semula datang dari bahasa gaul komunitas gay. Boti merujuk pada gay yang berperan seperti perempuan. Jadi dalam pasangan gay kan memang ada yang berposisi sebagai laki, dan ada yang berposisi sebagai perempuan. BOTI ini yang berposisi sebagai perempuan. Istilah BOTI sendiri adalah plesetan dari kata bottom, alias di bawah. Jadi BOTI berada di bawah dalam hubungan pasangan itu.
Masalahnya, sekarang ini ada semacam penyebaran kebencian terhadap BOTI terutama di media sosial. Ini misalnya terlihat di kanal YouTube Under Pressure. Kanal itu mengunggah satu konten berjudul ”Kenapa Boti Makin Banyak di Indonesia?” pada 8 Maret lalu. Dalam video itu terdapat beberapa cuplikan yang khas boti. Misalnya, guru dan murid yang terlihat kemayu saat joget. Juga cowok dengan gaya feminin yang sedang diwawancarai. Konten video milik Riezky Kabah pun ditampilkan. Setelah itu, muncul host yang wajahnya ditutupi stiker dan ngaku merasa jijik dan muak kepada para boti. Dia mengaku heran kenapa orang semakin bangga dan terang-terangan menunjukkan kelainan seksualnya. ”Kayaknya makin hari makin banyak aja orang yang bangga dengan kelakuan mereka,” katanya. “Apa jangan-jangan emang ini udah jadi wabah?” lanjutnya. Menurutnya, negara kita udah mulai rusak di antaranya karena kemunculan boti. Video ini sudah ditonton 76 ribu kali. Mayoritas komennya negatif kepada boti, sesuatu yang bisa ditebak.
Antipati terhadap BOTI itu sesungguhnya berlebihan. Kalau kita merujuk pengertian di atas, BOTI sudah ada di tengah-tengah masyarakat jauh sebelum istilah itu popular. Itu bisa dilihat dari sejarah dan budaya di Indonesia yang mengakui keberagaman ekspresi gender dan seksualitas. Misalnya dalam budaya Bugis, ada 5 gender yang diakui. Oroane, makkunrai, calalai, calabai, dan bissu. Dari 5 gender itu, calabai sepadan dengan boti. Boti juga jadi sosok penting dalam pertunjukkan seni Nusantara. Menurut situs historia.id, di Aceh mereka disebut sadati. Di Padang Pariaman, Sumatera Barat, disebut anak jawi. Di Jawa Timur disebut tandak. Jadi, boti punya akar dalam banyak budaya di Indonesia. Boti bagian dari masyarakat kita.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita pun nggak mengkriminalisasi boti dan kaum LGBT secara umum. Karena itu, bisa dipahami kalau boti mudah dijumpai. Justru mereka yang tergagap-gagap dengan keberadaan boti adalah orang yang nggak tahu sejarah dan budayanya sendiri. Juga orang yang nggak menapak bumi. Memang keberadaan boti selalu ditentang kelompok konservatif. Mereka dicaci dan dianggap sebagai wabah. Mereka didiskriminasi dan bahkan dipersekusi. Tapi boti nggak akan pernah hilang. Selama keberagaman gender dan seksualitas itu masih ada, selama itu pula boti dan kaum LGBT secara umum tetap ada.
Ketidaksukaan sebagian orang kepada boti dan kaum LGBT secara umum bisa dipahami. Tapi mereka nggak perlu fobia. Apalagi sampai menyebarkan ujaran kebencian dan melakukan kekerasan. Boti dan kaum LGBT secara umum juga manusia. Sama seperti Anda, saya, dan kita semua. Yuk, hormati keberagaman ekspresi gender dan seksualitas!