Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri kasih pelajaran buruk pada rakyat nih. Dia nyinyir tentang kemenangan Prabowo dan kekalahan Ganjar di Pilpres 2024. Secara terbuka dia bilang, hasil Pilpres kemarin direkayasa.
“Saya yakin pilihan saya, Pak Ganjar sama Pak Mahfud, itu bakalan menang. Ih kok bisa kalah ya? Sudah gitu nomor 3 lagi. Gile!”, ujar Mega.
Pernyataannya ini disampaikan dalam HUT PDIP ke 52 pada 10 Januari 2025. “Ini rekayasa dari mana ini? Saya kan kepengen belajar juga kayak begituan”, katanya lagi disambut tawa para pendukungnya. Gaya semacam ini nggak layak ditiru ya. PDIP memang kecewa banget dengan kekalahan Ganjar. Ganjar itu kan semula sempat menempati posisi tertinggi sebagai capres dalam berbagai survei. Tapi memang survei-survei juga menunjukkan bahwa dalam beberapa bulan sebelum pilpres, suara Ganjar terus turun pesat.
Akhirnya, Ganjar Cuma didukung 16 persen rakyat sementara Prabowo didukung 58 persen. PDIP nggak terima. Mereka mengajukan gugatan hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi pada 22 April 2024 lalu, tapi ditolak. Mereka juga mengajukan gugatan ke PTUN 7 Mei 2024 namun hasilnya sama: ditolak! PDIP juga melakukan konsolidasi internal dan menyatakan sikap bahwa Pemilu kali ini adalah yang terburuk dalam sejarah demokrasi. Sayangnya sampai sekarang Bu Mega rupanya tetap nggak berkenan dengan kekalahan jagoan PDIP. Tapi jadi malah terkesan nyinyir dan kekanak-kanakan.
Ini menambah kesan seolah Bu Mega merasa “dikhianati” sama Pak Prabowo. Padahal, kalo kita mau tarik sejarahnya ke belakang, bisa dibilang Presiden Prabowo justru yang pernah “dikhianati” sama Bu Mega loh. Ini terjadi dalam Pilpres 2014 lalu dimana PDIP mengusung nama Jokowi-Jusuf Kalla sebagai Capres dan Cawapres. Waktu itu Jokowi bertarung melawan Prabowo-Hatta yang didukung Gerindra.
Nah ini bisa dianggap sebagai pengkhianatan karena lima tahun sebelumnya, Megawati dan Prabowo pernah berpasangan sebagai Capres dan Cawapres bahkan menandatangani Perjanjian Batu Tertulis. Salah satu isi Perjanjian adalah Megawati akan mendukung Prabowo sebagai Presiden dalam Pilpres 2014. Ternyata pada 2014, Megawati mengabaikan begitu saja perjanjian tersebut. Dia dan PDIP mengajukan nama Jokowi, bukan Prabowo, sebagai Capres. Pengkhianatan terhadap perjanjian ini sempat menimbulkan ketegangan hubungan Prabowo-Mega. Tapi kubu Mega berdalih, kesepakatan itu diambil dengan satu syarat tertentu.
Megawati akan mendukung Prabowo pada 2014, kalau dia dan Prabowo memenangkan pilpres 2009. Masalahnya pada Pilpres 2009 itu, Mega dikalahkan SBY. Karena kalah, ya nggak wajiblah perjanjian itu dipenuhi. Kasus Perjanjian Batu Tulis ini sebenarnya menarik ya. Tapi buat kita saat ini, apa yang terjadi di masa lalu cukup jadi catatan sejarah, tanpa perlu diungkit-ungkit berlebihan.
Apa yang dibilang Megawati dalam acara HUT PDIP itu akan terus menyalakan perpecahan, kemarahan, kecurigaan antar kelompok penting. Saat ini, sangat penting bagi kita menjaga harmoni politik untuk mencegah polarisasi lebih lanjut di masyarakat. Politik itu selalu dinamis, tapi menjaga komunikasi dan harmoni itu kunci. Kalau Megawati, Prabowo, Jokowi dan tokoh-tokoh lainnya bisa terus menjaga hubungan, itu itu bakal bagus buat stabilitas politik dan masyarakat.
Yuk bijak dalam berpolitik!