Jakarta, PIS – Penolakan pembangunan gereja di Cilegon menjadi bukti nyata intoleransi oleh umat Islam. Umat Islam masih mempraktekkan ajaran agama secara sempit dan kaku.
Karena itu, mereka harus belajar banyak ke Roma dalam semangat toleransi beragama. Mayoritas penduduknya beragama Katolik. Mereka persis berada di samping Vatikan, Pusat Keagamaan Katolik.
Namun persoalan agama bukan hal yang dibesar-besarkan. Kaum minoritas bebas mendirikan rumah ibadah dan mendapat perlindungan hukum. Umat Islam yang juga kaum minoritas disana, memperoleh hak yang sama.
Mereka bisa membangun masjid di kota ini. Vatikan sendiri pernah memberikan tanah secara gratis kepada umat Islam untuk membangun masjid. Bahkan Masjid Agung di Roma termasuk salah satu masjid terindah di dataran Eropa.
Masjid Raya Roma menjadi simbol toleransi beragama di Italia, karena lokasinya yang berdekatan dengan kota Vatikan dan Sinagog Yahudi. Sikap moderat juga ditunjukkan oleh pemimpin Katolik dunia, Paus Fransiskus. Dia memperlakukan manusia sama tanpa membeda-bedakan karena agamanya.
Paus Fransiskus pernah membawa serta 12 pengungsi muslim asal Suriah ke Vatikan. Menurutnya, semua pengungsi adalah anak-anak Tuhan. Toleransi semacam ini yang harus dibangun oleh umat islam di Cilegon.
Di Cilegon, sampai saat ini gereja tak boleh berdiri. Terakhir ada kasus rencana pembangunan gereja HKBP Maranatha yang terus dihambat selama 15 tahun. Bahkan Walikota dan Wakilnya menandatangani petisi menolak pembangunan gereja tersebut.
Umat Islam Cilegon, tokoh agama dan Wali kota harus belajar moderasi agama ke Roma. Seharusnya tak ada mayoritas dan minoritas. Indonesia dibangun atas keberagaman suku, etnis, dan agama. Mari kita jaga keharmonisan, kerukunan antar umat beragama. DUKUNG PEMBANGUNAN GEREJA DI CILEGON!