Gara-Gara Wali Siswa Berbuat Culas, Jumlah Siswa Membengkak

Published:

Jakarta, PIS – Ada praktik culas yang dilakukan wali siswa di Kota Tangerang. Ini terkait dengan proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2021 di SMA Negeri. Wali siswa yang berkuasa dan berduit memasukkan anaknya ke SMA Negeri tanpa melalui prosedur resmi. Akibatnya, ada selisih yang sangat besar antara jumlah siswa yang diterima melalui prosedur resmi dengan jumlah riil siswa di sekolah. Ini diungkap Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Perwakilan Banten, Zainal Muttaqin. Menurut Zainal, prosedur resmi penerimaan siswa baru adalah melalui PPDB. Ini termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

Dalam Permendikbud itu sudah diatur mekanisme yang harus dilalui wali siswa dan calon siswa agar bisa belajar di sekolah negeri. Seharusnya hanya sekitar 4.900 siswa SMA Negeri yang diterima melalui jalur PPDB 2021. Tapi karena ada wali siswa yang ‘main belakang’, jumlah siswa membengkak hingga 5.300 siswa di seluruh SMA Negeri di Kota Tangerang. Dengan kata lain, terdapat kelebihan 400 siswa. Kelebihan jumlah siswa itu terjadi di 12 dari total 15 SMA Negeri yang ada di sana. Sebaliknya, 9 SMK Negeri yang terdapat di Kota Tangerang justru kekurangan murid. Daya tampung 9 SMK Negeri sebesar 3.500 siswa, namun hanya ada 3.400 siswa. Dengan kata lain, SMK Negeri di Kota Tangerang kekurangan 100 siswa. Ada dua cara yang dilakukan wali siswa untuk memaksakan anaknya masuk ke SMA Negeri. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten atau langsung ke SMA Negeri yang dimaksud.

Pemaksaan oleh wali siswa itu bisa dalam bentuk kekuasaan, pengaruh massa, pengaruh uang, dan lainnya. Jika praktik culas ini dibiarkan, ada 2 persoalan serius yang akan dihadapi. Pertama, mengambil hak siswa yang sudah mengikuti prosedur resmi. Bayangkan, siswa yang secara jujur mengikuti segala tahapan PPDB, tapi di ujung dinyatakan tidak lolos. Ketidakpercayaan terhadap para penyelenggara pendidikan akan tumbuh. Kedua, dalam satu kelas diisi 40-50 siswa. Padahal, idealnya satu kelas hanya diisi 30 siswa. Ruang kelas jadi sesak dan guru tak bisa mengontrol kelasnya. Mudah-mudahan temuan Ombudsman Perwakilan Banten ini mendapat perhatian dari seluruh pihak. Ajari anak menjadi jujur, bukan menjadi culas.

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img