Jakarta, PIS – Soal pelarangan izin gereja di Cilegon, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akhirnya turun tangan. Ia mengundang bertemu Walikota Cilegon Helldy Agustian. Selain walikota, juga turut diundang sejumlah tokoh masyarakat Cilegon.
Menurut Menag, ia ingin membicarakan persoalan tersebut secara jernih dan tidak emosional. “Beragam perspektif akan kita diskusikan bersama”, ucapnya. Menag optimis pertemuan tersebut akan menyelesaikan persoalan yang ada.
Menurutnya, spirit agama adalah mendekatkan manusia kepada Tuhan. Semakin dekat dengan Tuhan, semakin sempit ruang bagi manusia untuk saling membenci dengan lainnya.
Dalam sepekan terakhir, polemik pendirian gereja di Cilegon menjadi perbincangan banyak pihak. Ini dipicu oleh penolakan sejumlah elemen masyarakat di Cilegon terhadap rencana pembangunan gereja HKBP Maranatha.
Bahkan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon ikut menandatangani petisi penolakan pembangunan gereja tersebut. Cilegon memang payah dalam hal toleransi. Dalam indeks kota toleran yang dikeluarkan, Setara Institute hampir setiap tahun menempatkan Cilegon di urutan paling bawah.
Tahun ini Cilegon bahkan masuk tiga besar kota paling intoleran. Di Cilegon sampai saat ini tidak ada satupun gereja. Sementara, kalau pakai data 2019, tercatat ada 382 masjid dan 287 mushala.
Masyarakat Banten sebenarnya punya pengalaman bermasyarakat yang ramah terhadap non muslim. Pada masa kejayaan Kesultanan Banten, Kapel dan Klenteng diizinkan berdiri oleh Sultan Banten.
Sikap inklusif tersebut mengesankan banyak orang Eropa. Sehingga pada masa itu banyak pendeta dari Spanyol memilih singgah di Banten daripada di Batavia. Menag berusaha agar Cilegon bisa kembali menjadi kota toleran. Kita dukung upaya MENAG mentolerankan Cilegon.