Ini kisah Audrey, Perempuan keturunan Tionghoa yang jenius tapi terus didiskriminasi di Indonesia. Dia diperlakukan tidak adil hanya karena dia dianggap bukan pribumi. Padahal kecerdasannya jauh di atas rata-rata. Cerita Audrey diangkat akun tiktok @eksekutif_mud4 pada 3 Maret 2025.
Akun itu bilang Audrey semula nggak diterima di universitas negeri dan gagal masuk TNI. Alasannya sangat klise: dia dianggap masih terlalu muda. Padahal Audray ini pinter banget.
Di Indonesia Audrey juga berulang kali dapet ujaran kebencian dan dibilang nggak pantes jadi orang Indonesia. Audrey pernah punya nama Indonesia Maria Audrey Lukito. Tapi karena kebijakan larangan pakai nama Tionghoa dihapus di tahun 2000, dia pun menggunakan nama Tionghoa Audrey Yu Jia Hui. Audrey lahir di Surabaya pada 1 Mei 1988, artinya sekarang udah mau 37 tahun.
Sejak kecil Audrey sudah nunjukin keunggulannya. Audrey lulus dari bangku SD di Surabaya selama 5 tahun dan lulus SMP dalam waktu setahun aja. Dia bahkan berhasil selesain pendidikan SMA nya hanya dalam waktu 11 bulan di usianya yang ke 13 tahun! Jadi dia udah terbukti memang di atas rata-rata.
Tapi di Indonesia, bukti itu nggak cukup. Lulus SMA, Audrey sempat mendaftar di Universitas Indonesia, tapi gagal karena umurnya dianggap belom cukup. Karena nggak dapat tempat di dalam negeri, Audrey milih sekolah di AS. Akhirnya dia berhasil diterima di The College of William and Mary, Virginia, Amerika jurusan fisika. 3 tahun kemudian, tepatnya di umur 16 tahun, Audrey berhasil lulus dengan predikat Summa Cum Laude.
Audrey semula sempat balik ke Indonesia karena mau daftar jadi anggota TNI. Tapi lagi-lagi dia ditolak karena umurnya belum mencapai 17 tahun. Dia pun menuangkan kekecewaannya terhadap sistem birokrasi di Indonesia melalui sebuah buku Berjudul “Mencari Sila Kelima” yang diterbitkan tahun 2015. Buku itu menceritakan tentang kegelisahannya terhadap ketidakadilan sosial yang dirasakannya sebagai keturunan Tionghoa sejak umur 6 tahun. Di bukunya Audrey menyoroti sila kelima Pancasila yang kenyataannya nggak diterapkan di Indonesia. Masyarakat cenderung masih membeda-bedakan status sosial, kekayaan, dan latar belakang etnis.
Kemudian di tahun 2014-2017 Audrey bekerja sebagai guru di salah satu sekolah di Shanghai, Tiongkok. Dia ngajar Bahasa Inggris dan membantu mempersiapkan siswa untuk menempuh ujian SAT. Lalu di tahun 2019 Audrey melanjutkan pendidikannya di Universitas Notre Dame di Indiana, Amerika Serikat jurusan Teologi dan lulus pada Mei 2021 dengan IPK 3,96. Kerennya lagi Audrey dinobatkan sebagai 1 dari 72 duta prestasi Indonesia di Pagelaran Festival Prestasi Indonesia pada 2019 lalu.
Audrey adalah bukti nyata bahwa kecerdasan luar biasa tidak selalu dihargai di tempat asalnya. Dengan prestasi segudang dan se-jenius itu, dia tetap menghadapi penolakan dari berbagai instansi pendidikan. Alasan klisenya, “usia terlalu muda”. Tapi kayaknya ada juga alasan “keTionghoaan” dia. Ini nunjukin gimana diskriminatifnya sebagian pengambil Keputusan di Indonesia. Alasan penolakan bisa dicari di sana sini. Tapi sebenarnya, dia ditolak karena dia keturunan Tionghoa. Itu yang bertahun-tahun dialami Audrey.
Tapi luar biasanya, Audrey tetap mencintai Indonesia. Kisah Audrey jadi PR besar buat pemerintah soal meritokrasi. Apa kita benar-benar menghargai orang berdasarkan kemampuan dan kerja keras? Atau masih sibuk membeda-bedakan ras dan etnis? Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh!