Kaum LGBT Di Cianjur Kembali Jadi Korban Diskriminasi

Published:

Tren diskriminasi terhadap LGBT terus berlanjut di Cianjur, Jawa Barat. Sayangnya, kali ini dilakukan Bupati Cianjur yang punya background pendidikan dokter spesialis. Jadi, Pemerintah Kabupaten Cianjur akan membuat program pembinaan bagi siswa nakal dengan memasukkan mereka ke barak TNI. Kategori siswa yang nakal antara lain terlibat tawuran, minum alkohol, merokok, melawan orangtua, sampe kecanduan game online. Termasuk siswa melambai.

Melambai yang dimaksud adalah siswa laki-laki yang gestur, gaya bicara, atau ekspresinya dianggap feminin. Dan sebagaimana stereotip yang cukup menguat di sebagian masyarakat, melambai itu sama dengan LGBT, khususnya gay. Rencananya, siswa yang melambai bakal ikut dibina di barak TNI pada 12 Mei nanti. Bupati Cianjur, dr. Muhammad Wahyu Ferdian, sudah membuat nota kesepahaman dengan Kodim Cianjur. “Kita ingin membentuk generasi yang disiplin, sehat secara mental, dan bebas dari perilaku menyimpang,” katanya.

Wahyu ngaku tujuan program ini untuk pembentukan karakter dan menekan angka kenakalan remaja di Cianjur. Dandim Cianjur Letkol Kav Yerry Bagus Merdiyanto bilang pembinaan akan mengedepankan pembentukan karakter, bukan latihan militer yang keras.

Program Bupati Cianjur ini jelas copy-paste dari kebijakan serupa yang dicanangkan Gubernur Jawa, Barat Dedi Mulyadi. Tapi, Dedi nggak memasukkan siswa melambai atau stereotip negatif terhadap LGBT dalam kebijakannya itu. Ini bukan kebijakan diskriminatif pertama yang dibuat Pemkab Cianjur terhadap kaum LGBT. Sejak tahun 2018 Pemkab Cianjur udah bikin kebijakan anti-LGBT melalui surat edaran Khutbah Jumat Anti-LGBT.

Surat itu berisi instruksi ke seluruh masjid jami agar wajib sampein khutbah Jumat tentang bahaya LGBT dan HIV/AIDS. Pemkab Cianjur juga membentuk Satgas Penanggulangan Penyakit Masyarakat yaitu LGBT, Narkoba, dan Minuman Keras. Dari tahun 2019 sampe tahun 2022 Pemkab Cianjur bikin kampanye Cianjur ‘Kota Santri yang anti LGBT’. Kampanye itu isinya sosialisasi penolakan LGBT ke sekolah dan masyarakat. Tahun 2024 Pemkab Cianjur bikin program ‘Sosialisasi Pencegahan Seks Menyimpang’ ke berbagai sekolah dan pondok pesantren. Sayangnya, tren diskriminasi terhadap LGBT itu di Cianjur dilanjutkan bupati yang berstatus dokter spesialis.

Kebijakan yang dibuat Bupati Cianjur, dr. Muhammad Wahyu Ferdian, itu jelas bermasalah. Pertama, Wahyu menganggap LGBT sebagai sebuah penyakit atau penyimpangan. Ini jelas salah besar menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ II) tahun 1993. PPDGJ itu semacam konstitusinya dunia kedokteran di Indonesia. Nah, dalam PPDGJ II dikatakan homoseksualitas bukanlah gangguan jiwa. Pandangan ini diperkuat dengan pernyataan resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Kemenkes tahun 2016. Dalam pernyataan itu secara jelas dikatakan individu LGBT bukan ‘Orang Dengan Masalah Kejiwaan’ (ODMK).

Singkatnya, menurut kedokteran Indonesia, LGBT bukan sebuah penyakit dari sisi kejiwaan maupun biologis. Apa dr. Wahyu nggak pernah baca dokumen-dokumen penting di dunia kedokteran Indonesia ini? Atau dr. Wahyu sengaja melanggar apa yang tertulis dalam dokumen-dokumen penting di dunia kedokteran Indonesia ini?

Kedua, kok bisa-bisanya siswa yang melambai dianggap kenakalan remaja? Kalau siswa terlibat tawuran, minum alkohol, merokok, melawan orangtua, dan kecanduan game online ya jelas masuk kategori kenakalan. Karena kenakalan itu bukan cuma membahayakan diri mereka aja, tapi juga orang-orang di sekitar mereka. Kalau siswa melambai, nakalnya di mana? Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita, aja nggak menganggap LGBT itu tindakan kriminal.

Ketiga, kebijakan dr. Wahyu itu jelas akan memperparah mendiskriminasi terhadap kaum LGBT, khususnya di Cianjur. Padahal, banyak kaum LGBT yang selama ini sudah jadi korban stigma dan persekusi di tengah masyarakat. Dan kebijakan ini juga bertentangan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo yang ingin memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Pemerintah pusat harus turun tangan. Pemerintah pusat harus menegur keras Pemkab Cianjur dan memerintahkan untuk membatalkan kebijakan itu. Pemkab Cianjur seharusnya melindungi semua warganya, bukan malah mendiskriminasi kelompok minoritas yang rentan. Stop diskriminasi kaum LGBT!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img